LMA Provinsi Papua Setuju DOB dan Otsus Jilid II

Ketua LMA Provinsi Papua, Dr Lenis Kogoya, STh, MHum didampingi Kepala Polisi Adat LMA Provinsi Papua, Yeri Stenli Hamadi dan Kuasa Hukum LMA Provinsi Papua, Jusuf S Timisela, SH, MH dalam wawancara di Abepura, Senin, 6 Juni 2022.
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Provinsi Papua, Dr Lenis Kogoya, STh, MHum menegaskan bahwa Lembaga Masyarakat Adat (LMA) di Provinsi Papua sudah setuju untuk pelaksanaan UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

Selain itu, LMA Provinsi Papua juga sudah sepakat menerima Daerah Otonom Baru (DOB) tiga provinsi di Provinsi Papua yang akan dibahas DPR RI bersama dengan pemerintah pusat.

“Berdasarkan Musyawarah LMA Provinsi Papua di Wamena, 30 – 31 Mei 2022, sudah dibahas bersama seluruh LMA, bahkan hingga dilakukan voting. Voting itu, dari lima wilayah adat, masing-masing membuat pernyataan dan semua ketua LMA melakukan voting, hanya Ketua LMA Mimika yang tidak setuju. Mayoritas LMA setuju, akhirnya kita tetapkan bahwa kita terima UU Otsus Jilid II dan DOB 3 provinsi kita terima,” kata Ketua LMA Provinsi Papua, Lenis Kogoya di Abepura, Senin, 6 Juni 2022.

Babkan, dari musyawarah LMA Provinsi Papua itu, juga menyepakati adanya permintaan pemekaran kabupaten seperti Kabupaten Trikora, Kabupaten Baliem Center, Bogoga, Yahukimo Seir, Okika dan lainnya, yang sudah lama diusulkan oleh masyarakat, lantaran meminta pembangunan karena geografis, jangkauan pelayanan yang cukup jauh.

“Itu nanti kita minta kepada Presiden untuk sama-sama diberikan SK pemekaran kabupaten. Itu yang kemarin dibahas dalam musyawarah LMA,” ujarnya.

Yang jelas, Lenis Kogoya menegaskan bahwa LMA Provinsi Papua akan mengawal sepanjang aspirasi masyarakat meminta untuk percepatan pembangunan di Papua dan juga program – program pemerintah.

“Kami lembaga masyarakat adat siap kawal, demikian juga program pemerintah dari pusat ke daerah, kami lembaga adat siap kawal, mau tidak mau dan suka tidak suka kami akan kawal,” tandasnya.

Yang jelas, Lenis Kogoya menilai langkah yang dilakukan Majelis Rakyat Papua (MRP) yang melakukan uji materi terhadap UU Nomor 2 Tahun 2021 ke Mahkamah Konstitusi (MK) adalah salah alamat.

Sebab, dalam pasal 20 UU Nomor 2 Tahun 20021 sudah jelas terkait tugas dan wewenang MRP, salah satuntya menerima aspirasi, lalu menyampaikan pertimbangan kepada pemerintah.

“Di sini MRP salah alamat, dia lapor ke MK, itu kami LMA berpendapat MRP salah alamat. Karena LMA sama sekali, bahkan sudah 20 tahun tidak pernah sama sekali diajak MRP untuk berbicara masalah Otsus ini dan kami juga keberatan kepada MRP untuk meneruskan itu. Maka di sini legal standingnya salah, yang harus keberatan mestinya lembaga adat, karena kami yang  memberikan rekomendasi kepada MRP dari sisi adat. Mestinya MRP menanyakan kepada lembaga adat, bukan demo-demo itu hasilnya baru lapor, itu salah alamat,” paparnya.

Untuk itu, soal pernyataannya MRP perlu diambil alih oleh lembaga adat, dinilai Lenis Kogoya, itu adalah hal yang wajar.

“Jadi, kami punya alasan kenapa sih LMA harus mengambil alih MRP, karena punya alasan bahwa kami mau melindungi rakyat dan tanah Papua. Kami punya kewajiban juga melindungi stabilitas Negara Kesatuan Republik  Indonesia. Dua alasan itu, kami musyawarah dan keputusan apapun itu, yang kami ambil lembaga masyarakat adat di Tanah Papua itu, sudah sah dan final,” tegasnya.

Bahkan, Lenis Kogoya mempersilahkan jika nantinya MRP keberatan dan melakukan gugatan, pada prinsipnya LMA Provinsi Papua siap menghadapinya.

“Jika ada salah, silahkan. Kami juga sudah siapkan kuasa hukum. Jika MRP merasa keberatan, silahkan gugat kami. Keputusan kami mau mengambil alih itu juga sah,” tandasnya.

Lenis Kogoya mengatakan jika LMA Provinsi Papua ngotot harus ada pemekaran provinsi dan kabupaten di Provinsi Papua itu, lantaran untuk mendekatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Papua.

Apalagi, Lenis Kogoya mencontohkan dari presiden pertama hingga keenam, jalan dari Jayapura ke Wamena, Kabupaten Jayawiijaya tidak pernah tembus. Namun, di era Presiden Joko Widodo, jalan Jayapura – Wamena sudah tembus, bahkan kini mulai dirasakan manfaatnya oleh masyarakat di Pegunungan Papua.

“Dulu semen di Wamena harganya Rp 800 ribu/sak, di Puncak Rp 2 juta/sak, setelah Jokowi masuk, saya bikin pernyataan di Wamena, baru LMA kasih isi noken ke Jokowi untuk utamakan jalan Wamena – Jayapura dulu, akhirnya sudah tembus. Sekarang kita tanya harga semen di Wamena sekarang? Rp 200 ribu/sak – Rp 300 ribu/sak, bukan Rp 800 ribu/sak lagi. Berarti pembangunan sudah masuk dan berdampak positif terhadap penurunan harga bahan kebutuhan pokok dan strategis, termasuk BBM sudah sama dengan di Jawa,” paparnya.

Untuk itu, LMA Provinsi Papua mendukung pemekaran provinsi yang kini Rancangan Undang – Undang (RUU) Provinsi Papua Selatan, RUU Provinsi Papua Tengah dan RUU Provinsi Pegunungan Tengah, tengah digodok oleh DPR RI bersama pemerintah pusat.

Menurutnya, jika pemekaran provinsi terjadi, maka pembangunan akan lebih terarah lagi. Selain itu, akan terjadi konektifitas antar kabupaten sehingga kesejahteraan rakyat Papua bisa segera terwujud.

Diakui, ada framing seolah-olah pemekaran akan membawa dampak negatif bagi rakyat Papua, misalnya ada kekhawatiran jika terjadi pemekaran provinsi, nanti banyak orang pendatang akan menguasai, nanti TNI – Polri akan bunuh rakyat Papua, akan terjadi genoside dan ASN akan dikuasai oleh pendatang, bukan orang Papua. Padahal, tegas Lenis Kogoya, hal itu tidak benar.

Untuk itu, ujar Lenis Kogoya, dalam musyawarah LMA Provinsi Papua di Wamena itu, telah memutuskan bahwa nantinya LMA akan melakukan pemetawan wilayah adat dan ada pematokan wilayah hukum adat. Jadi, siapapun yang mau membangun atau berinvestasi di daerah itu, maka harus mendapatkan rekomendasi dari lembaga masyarakat adat.

“Jadi, tidak bisa sembarangan dan kami sepakat untuk menerapkan sistem kontrak atau sewa sehingga lebih mengungtungkan masyarakat pemilik hak ulayat,” ujarnya.

“Bahkan, juga disetujui bahwa nanti tidak ada aparat keamanan disitu, nanti hanya di kota dan distrik sehingga masyarakat bebas. Bahkan, harapannya ke depan, masyarakat dan OPM yang ada di hutan itu, tidak ada perlawanan atau mereka masuk ke DPR kabupaten, karena ada keterwakilan kursi pengangkatan baik dari adat, agama dan perempuan. Jadi, kita sama-sama membangun, tidak ada kecurigaan. Ke depan, ini akan lebih baik. Ini sama kita sudah merdeka. Mau merdeka model apa lagi?,” sambungnya.

Lenis Kogoya menegaskan akan menghadapi siapapun yang akan menggangu keputusan LMA Provinsi Papua.

“Makanya saya keras, kalau ada yang mengganggu saya, saya akan tangkap hidup-hidup. Waktu di Wamena, 1 Juni 2022, semua angkat panah. Saya sudah taruh tempat perang, kenapa tidak ketemu saya. Lokasi perang sudah saya siapkan. Jadi, merah putih siap untuk lawan. Ingat, yang saya lawan bukan manusia, tapi saya lawan kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan dan keterisolasian. Jadi, jangan coba – coba ganggu saya,” tukasnya.

Lenis kembali menegaskan bahwa LMA Provinsi Papua mendukung dan meminta agar pemekaran provinsi harus segera dilakukan di Bumi Cenderawasih untuk kesejahteraan rakyat Papua.

“Provinsi harus masuk, kabupaten harus masuk. Otsus tetap harga mati dan NKRI harga mati. Saya akan rubah MRP menjadi LMA,” pungkasnya.

Sementara itu, Pengacara LMA Provinsi Papua, Jusuf S Timisela, SH, MH menambahkan, jika pemekaran atau Daerah Otonom Baru (DOB) di Papua sudah diperjuangkan LMA dari dulu.

“LMA memperjuangkan DOB atau pemekaran itu, bukan karena kepentingan pribadi seorang Ketua LMA atau anggota, tapi ini kemauan masyarakat Papua. Apalagi, melihat luas wilayah Papua, daerah yang susah dijangkau dari provinsi yang ada, maka perlu ada pemekaran,” katanya.

Apalagi, kata Jusuf Timisela, pemekaran itu bertujuan untuk pemerataan pembangunan dan pemerataan admisnitrasi sehingga masyarakat yang tadinya tidak terjangkau, bisa menikmati apa yang sudah dirasakan seperti provinsi – provinsi lain.

Ia mencontohkan RSUD Jayapura yang merupakan rumah sakit rujukan tidak ada di Pegunungan Papua, sehingga jika dibentuk provinsi, maka rumah sakit yang besar jugua akan berdiri di sana dan lebih bisa menjangkau masyarakat yang akan mendapatkan layanan kesehatan.

Oleh karena itu, sebagai kuasa hukum LMA Provinsi Papua, Jusuf Timisela sangat mendukung rencana pemekaran provinsi dan kabupaten baru di Provinsi Papua. “Apapun alasannya, kami siap menghadapi tuntutan hukum dair pihak – pihak yang tidak ingin adanya pemekaran ini,” imbuhnya. (bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *