KRP: Mestinya Negara Fasilitasi Lukas Enembe Berobat

Ketua Koalisi Rakyat Papua (KRP) Diaz Gwijangge.
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Koalisi Rakyat Papua (KRP) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk tidak melakukan aksi jemput paksa terhadap Gubernur Papua, Lukas Enembe, terkait penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi senilai Rp 1 milliar.

Sebab, kondisi Gubernur Papua, Lukas Enembe saat ini, masih dalam keadaan sakit, sehingga KPK diminta untuk tidak gegabah dan dapat mempertimbangkannya kembali.

Bahkan, mantan Anggota DPR RI itu juga menegaskan, jika massa simpatisan Lukas Enembe yang tergabung di Koalisi Rakyat Papua (KRP) siap pasang badan, jika KPK tetap ngotot untuk melakukan hal tersebut.

“Jadi, KPK tolong hargai kesehatan pak Lukas. Kalau KPK bikin gerakan, kami juga siap bergerak untuk membela Pak Lukas. Entah itu bentuknya seperti apa,” tegas Diaz Gwijangge dalam pers conference di Hotel Horison Ultima Entrop, Kota Jayapura, Senin, 26 September 2022.

Diaz Gwijangge meminta KPK agar bisa menghargai kondisi kesehatan Gubernur Papua Lukas Enembe. “Kalau pak Lukas sudah sembuh, ya silahkan periksa perihal kasus yang disangkakan kepadanya, apalagi pak Lukas kan sudah berikan statement bahwa beliau siap diperiksa,” ujarnya.

Apalagi, lanjut Diaz, Presiden sudah tahu kalau Gubernur Lukas Enembe ini, sudah sakit sejak 3 tahun lalu.

“Pak Lukas Enembe bukan seperti pejabat lain yang diproses, malah alasan sakit. Jika Mahfud MD dan KPK memaksa Lukas Enembe datang, berarti dia menciptakan konflik dan  sengaja membuat marah masyarakat Papua, terus kami bentrok dengan aparat dan KPK. Terus mereka mengecap kami kriminal, nah ini negara yang harus jaga,” tandasnya.

Mestinya, ujar Diaz, mestinya negara menfasilitasi Lukas Enembe untuk berobat hingga kesehatannya pulih, karena sebagai orang besar, Lukas Enembe tidak akan lari kemanapun.

“Karena masalah, dalam adat orang gunung, siapa yang jadi kepala perang, siapa yang jadi kepala suku, dalam masyarakat atau komunitas yang berkonflik, kepala suku tidak bisa lari. Pemilik perang harus bertanggungjawab hingga nyawapun dipertaruhkan,” ujarnya.

Diaz Gwijangge juga membantah bakal ada aksi demo save Gubernur Papua Lukas Enembe oleh koalisi rakyat papua (KRP).

“Untuk aksi demo lagi itu tidak ada, tapi kami menunggu saja kalau ada gerakan KPK, maka kami juga akan bergerak,” tandasnya.

Kendati demikian, kata Diaz Gwijangge, jika aksi KRP save Gubernur Papua Lukas Enembe ini, bukanlah aksi anarkis seperti yang telah terjadi pada tahun 2019 lalu.

“Kami lakukan aksi demo ini, bukan untuk membuat kekacauan atau membunuh masyarakat. Tapi, kami lakukan aksi damai sebagai bentuk dukungan kepada kakak kami Lukas Enembe. Jadi, masyarakat tidak perlu khawatir,” ujarnya.

Penetapan Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai tersangka oleh KPK dalam tudingan menerima gratifikasi Rp 1 miliar, kata Diaz, kini pemberitaan itu, menutupi kasus Ferdi Sambo, Pembunuhan dan Mutilasi terhadap 4 warga Nduga di Timika serta Pengadilan HAM di Makassar.

Menurutnya, KPK sebagai lembaga independen justru tidak mempunyai taring, sehingga lembaga lain ikut terlibat dalam kasus ini, sehingga ia menilai ada intervensi politik terhadap penetapan Gubernur Lukas Enembe sebagai tersangka.

“Kami dari KRP merasa keterlibatan Menkopolhukam Mahfud MD secara langsung, ini ada apa? Karena kembali ke Lukas Enembe seorang politikus di Papua, rekam jejaknya dari Wakil Bupati Puncak hingga menjadi Gubernur Papua dua periode, banyak prestasi termasuk 8 kali meraih WTP, namun prestasi itu tidak dianggap, bahkan kini muncul ratusan miliar ke kasino. Ini pengalihan isu atau benar-benar untuk penegakan kasus korupsi?” katanya.

Ia mempertanyakan dalam proses hukum terhadap Lukas Enembe kenapa asas praduga tak bersalah tidak dilaksanakan. Belum ada pemeriksaan, namun KPK langsung menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka gratifikasi Rp 1 miliar.

Dikatakan, Lukas Enembe merupakan tokoh masyarakat, tokoh berpengaruh di Papua dalam budaya secara adat orang Pegunungan, sehingga kini menjadi tokoh masyarakat Papua dan ia tidak hanya dilihat sebagai Gubernur Papua saja.

“Sebagai budaya melanesia, Lukas Enembe merupakan tokoh yang disegani, dilindungi, tokoh karismatik itu harus dikawal. Jadi, jangan salah bahwa opini dibangun hanya segelintir orang saja yang melindungi Lukas Enembe, tapi seluruh masyarakat Papua, baik gunung, lembah dan pesisir, termasuk masyarakat nusantara semua prehatin dan peduli pada Lukas Enembe, sehingga mereka membela dia hingga masa jabatannya berakhir 2023,” paparnya.

Diaz mensinyalir ada kelompok kepentingan politik lain yang bermain dalam kasus Lukas Enembe dengan berbagai tuduhan tersebut.

“Jadi, secara mental dan budaya, kami sudah dibunuh secara habis-habisan hingga tidak ada harga diri. Sebagai ketua koalisi, saya rasa ini pembunuhan karakter yang sangat luar biasa,” imbuhnya. (bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *