Temui Mendagri dan Kemenkeu, DPR Papua Tawarkan Solusi Pembagian Dana Transfer Provinsi Baru

Ketua DPR Papua Jhony Banua Rouw, SE.
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Pimpinan DPR Papua melakukan pertemuan dengan Kementerian Keuangan dan Menteri Dalam Negeri RI untuk membahas sejumlah agenda penting dan mendesak ditengah masa transisi hadirnya tiga provinsi baru di Papua.

Apalagi, pertemuan itu juga menindaklanjuti adanya surat dari Menteri Keuangan bahwa dana transfer daerah didalamnya dana Otsus, DAU dan lainnya itu sudah dilangsung dibagikan ke 4 provinsi di Papua.

Yang jelas, jika dana transfer itu langsung dibagi ke Provinsi Papua atau Provinsi Induk dan tiga provinsi baru yakni Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Pegunungan dan Provinsi Papua Tengah, DPR Papua menilai jika hal itu akan menimbulkan masalah terutama bagi Provinsi Papua.

Untuk itu, DPR Papua meminta Kementerian Keuangan harus melihat dengan baik terkait dana transfer untuk 4 provinsi di Papua. Jangan dibagi seperti membagi kue, dengan menggunakan indikator tertentu, namun harus melihat kondisi di Provinsi Papua sebagai provinsi induk.

Apalagi, masih ada beban yang menjadi tanggungjawab Provinsi Papua dalam membiayai pendidikan, kesehatan, gaji pegawai, DPR Papua, MRP dan lainnya.

“Kita melihat jika dana ini langsung dibagikan kepada provinsi yang baru dengan pembagian yang hampir sama rata, contohnya provinsi induk mendapatkan Rp 2,1 triliun, Papua Pegunungan dapat Rp 1,8 triliun dan lainnya. Jadi, kurang lebih Rp 8 triliun itu, dibagi habis untuk 4 provinsi,” katanya.

Jika hal itu terjadi, menurut Jhony, maka akan ada masalah yang timbul dan terjadi kemudian, lantaran dana transfer dari pusat ke 4 provinsi di Papua itu, langsung dipotong oleh pemerintah pusat.

Bahkan, akan berdampak terhadap layanan gaji pegawai, dimana diketahui Papua sebagai provinsi induk, masih membiayai untuk gaji hampir Rp 1 triliun lebih dengan 12 ribu pegawai.

“Jika kita dapat Rp 2,1 triliun, maka dikurangi Rp 1 triliun untuk gaji, maka artinya kita tinggal Rp 1 triliun. Namun, Papua sebagai provinsi induk masih mempunyai beban yakni membiayai rumah sakit rujukan yakni RSUD Jayapura, RSUD Abepura dan RSJ. Apapun pemekaran terjadi yang namanya orang Papua sakit baik dari Yahukimo, Wamena, Merauke, Tolikara, Paniai, maka pasti akan dirujuk ke RSUD Jayapura. Nah, itu siapa yang membiayai? Provinsi induk tidak? Sedangkan uangnya sudah dibagi atau dipotong untuk 3 provinsi baru,” jelasnya.

Selain itu, Provinsi Papua masih membiayai beasiswa mahasiswa Papua di dalam dan luar negeri yang mencapai Rp 600 miliar sesuai kebutuhan BPSDM Papua, sehingga hal itu berarti uang Provinsi Papua telah habis untuk biaya rujukan dan beasiswa tersebut.

Untuk itu, Ketua DPR Papua Jhony Banua Rouw bersama Wakil Ketua II DPR Papua, Edoardus Kaize dan Wakil Ketua III DPR Papua, Yulianus Rumbairussy didampingi Sekretaris DPR Papua Juliana J Waromi menemui Kemenkeu dan Mendagri untuk membahas masalah itu.

“Tentu di Papua tidak ada pembangunan, tapi ada dana – dana infrastruktur yang tidak boleh dipakai untuk membiayai pegawai, pendidikan dan kesehatan. Apalagi, masih ada DPR Papua dan MRP yang harusnya masih melaksanakan tugas di provinsi baru yang belum ada MRP dan DPR provinsinya. Tetap harus ada pembiayaan, sehingga tentunya di Provinsi Induk harus lebih banyak daripada ketiga provinsi baru,” ujarnya.

Dalam pertemuan dengan Dirjen Transfer Daerah Kementerian Keuangan RI di Jakara, Rabu, 26 Oktober 2022 itu, Jhony mengaku jika DPR Papua menawarkan solusi jika itu menjadi urusan bersama, maka harus dikurangi dulu sebelum dilakukan pembagian dana transfer dari pusat tersebut ke 4 provinsi di Papua.

“Misalnya dananya Rp 7 triliun, maka dipotong dulu untuk kesehatan dan pendidikan dulu. Seperti RSUD Jayapura butuh Rp 140 miliar misalnya, RSUD Abepura dan RSJ berapa? Lalu beasiswa yang dibutuhkan Rp 600 miliar, kita potong dulu semua dengan gaji pegawai, baru sisanya kita bagi secara proporsional, supaya enak. Karena apapun ke depan masih menjadi tanggungjawab induk,” ungkapnya.

Politisi Partai NasDem ini meminta agar pemerintah pusat melihat hal yang menjadi urusan bersama yang dilakukan oleh provinsi induk tersebut.

“Artinya, tidak bisa membagi seperti kue. Seharusnya pada masa transisi ini, 1 – 2 tahun ke depan harus kita lihat dulu, seperti membagi pegawainya, apalagi APBD induk 2023 itu, akan dibahas dalam 1 bulan ini. Jika sudah dibahas, tanpa membiayai itu, tapi kenyataannya maka kita tidak ada uang itu. Kita mengantisipasi supaya tidak terjadi massalah,” paparnya.

Yang jelas, terkait pembiayaan untuk 4 provinsi di Papua itu, diakui Jhony, pembagiannya tidak tepat.

Di samping itu, kata Jhony, dalam melaksanakan tupoksi DPR Papua dan MRP. DPR Papua sesuai amanat undang-undang dan dipilih oleh rakyat mewakili dapil yang bertugas sampai tahun 2024.

“Lalu sekarang jika langsung dipotong atau distop bahwa kami DPR Papua hanya melaksanakan tugas di provinsi induk yang hanya 9 kabupaten, padahal kita dipilih oleh 29 kabupaten/kota sebelumnya. Bagaimana kita menjamin konstituen yang memberikan suara untuk itu dan sesuai amanat undang-undang, sehingga kita minta kepada Mendagri dan Menteri Keuangan untuk memberikan kesempatan karena kita akan melakukan reses ke wilayah yang sudah bukan wilayah provinsi induk lagi,” ujarnya.

“Kalau kita mau reses ke Yahukimo, apa perjalanan dinasnya keluar daerah atau masih didalam daerah? Apakah kita masih bisa membiayai reses di sana? Apalagi di 3 provinsi baru tentu belum ada DPR dan MRP di sana. Nah, fungsi pengawasannya bagaimana? Jangan sampai careteker atua penjabat gubernur seenaknya melakukan pekerjaan-pekerjaan di sana, seharusnya bisa diawasi,” sambungnya.

Apa yang menjadi permasalahan menyangkut anggaran untuk 4 provinsi di Papua itu, ternyata direspon oleh Mendagri Tito Karnavian untuk dibicarakan soal pembagian keuangan dan tupoksi DPR Papua, sehingga pihaknya meminta DPR Papua masih tetap melaksanakan tugas sampai 2024 dengan melakukan kunjungan kerja ke daerah pemilihan masing-masing.

Dalam pertemuan dengan Mendagri Tito Karnavian, DPR Papua meminta agar MRP diperpanjang hingga ada pemilihan yang baru sehingga tidak terjadi kekosongan dalam melaksanakan tugasnya.

“Terakhir, kita terus konsultasi dengan Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri untuk memastikan bahwa Perkada yang disusun oleh pihak eksekutif betul-betul dapat membiayai untuk pelayanan dasar yang prioritas seperti biayai tenaga medis, obat-obatan, guru, beasiswa dan hal-hal yang mendasar dan itu semua dijamin dibayarkan, bahkan saya sendiri mengkonfirmasi dengan OPD yang bersangkutan bahwa dana itu sudah dialokasikan, sehingga semua pelayanan bisa berjalan,” ujarnya.

Jhony bersyukur bahwa dalam pertemuan dengan Mendagri itu mendapatkan respon yang baik. Bahkan, Mendagri menyampaikan bahwa hal itu memang harus menjadi perhatian untuk mencari solusi sehingga pelayanan pendidikan, kesehatan dan pelayanan mendasar lainnya bisa berjalan dengan baik, sebab tujuan pemekaran adalah memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat dan memperpendek pelayanan. (bat)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *