Anggaran Turun Drastis dan Beban Tinggi, DPR Papua Sampaikan Aspirasi ke DPR RI

Wakil Ketua III DPR Papua, Yulianus Rumbairussy didampingi sejumlah Anggota DPR Papua dan Sekretaris DPR Papua Juliana J Waromi menyerahkan aspirasi kepada Anggota Badan DPR RI, Yan P Mandenas di Ruang Rapat Banggar DPR RI, Jakarta,. 23 Nopember 2022.
banner 120x600
banner 468x60

JAKARTA, Papuaterkini.com – Terbatasnya anggaran atau turunnya kapasitas fiskal pada Rancangan APBD  Provinsi Papua tahun 2023, termasuk alokasi anggaran DPR Papua, pasca beroperasinya 3 Daerah Otonom Baru (DOB) yakni Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Pegunungan dan Provinsi Papua Tengah, membuat DPR Papua menyampaikan aspirasi itu ke Badan Anggaran DPR RI.

Pertemuan itu dipimpin langsung oleh Wakil Ketua III DPR Papua, Yulianus Rumbairussy, SSos, MM bersama sejumlah Anggota DPR Papua dan Sekretaris DPR Papua, DR Juliana J Waromi, SE, MSi ditemui Anggota Banggar DPR RI, Yan P Mandenas, SSos, MSi di Ruang Banggar DPR RI, Jakarta, Kamis, 23 Nopember 2022.

Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua III DPR Papua, Yulianus Rumbairussy, SSos, MM memaparkan permasalahan yang dihadapi pemerintah Provinsi Papua termasuk DPR Papua terutama terkait anggaran pada tahun 2023.

Dikatakan, setelah diresmikannya 3 provinsi baru di Papua, diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, mempercepat pembangunan dan perpendek rentang kendali pemerintahan dan sejahterakan rakyat, baik di provinsi induk maupun 3 DOB itu.

“Hari ini, ketika 3 provinsi baru lahir, kita sudah sambut dengan suka cita, apalagi Penjabat Gubernurnya sudah dilantik, namun saat ini DPR Papua tengah membahas RAPBD 2023. Memang setelah lahirnya DOB, kenapa kami datang ke Badan Anggaran DPR RI, karena setelah lahirnya 3 DOB itu, pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan sudah membagi dana transfer dari pemerintah pusat yang selama ini diberikan kepada Provinsi Papua,” kata Yulianus Rumbairussy.

“Jadi, kami memberikan perbandingan, tahun lalu Pemprov Papua menerima dana transfer dari pemerintah pusat sekitar Rp 7,7 triliun. Namun, tahun 2023 setelah ada 3 DOB, Pemprov Papua hanya menerima dana transfer pusat Rp 2,1 triliun. Tetapi, jika diakumulasikan dengan 3 DOB, ditotal kurang lebih Rp 7,2 triliun. Jadi, sesungguhnya total dana transfer yang diterima 4 provinsi di Papua, sebenarnya terdapat selisih sekitar Rp 400 miliar,” sambungnya.

Padahal, lanjut Rumbairussy, jika terjadinya 3 DOB ini, mestinya dana transfer dari pemerintah pusat itu bisa bertambah, lantaran untuk percepatan pembangunan di DOB maupun di Provinsi Papua.

Menurutnya, dengan kondisi hari ini jika Pemprov Papua hanya menerima dana transfer pemerintah pusat sekitar Rp 2,1 triliun, tentu tentu kapasitas fiskal Provinsi Papua mengalami penurunan yang signifikan, sehingga dikhawatirkan akan berdampak pelayanan publik, misalnya pegawai dimana sumber pembiayaan dari DAU dimana tahun lalu untuk pembiayaan pegawai termasuk gaji dan honor sekitar Rp 2,1 triliun, namun sekarang dalam RAPBD tahun 2023, akumulasinya menjadi Rp 1,1 triliun.

“Arinya, sudah pasti terjadi pengurangan. kita tidak tahu komponen mana yang akan dikurangi apakah TPP atau apa,  tapi DAU yang diserahkan ke Provinsi Papua hanya Rp 800 miliar, artinya ada selisih sekitar Rp 300 miliar lebih, hanya untuk membiayai pegawai,” jelasnya.

Selain itu, ada masalah lain terutama beasiswa yang selama ini masih menjadi beban Pemprov Papua, apakah diserahkan ke tiga provinsi baru atau masih ditanggung oleh Pemprov Papua. Sebab, jika diserahkan langsung ke provinsi baru, bukan masalah yang mudah dan dampaknya akan dirasakan oleh anak-anak Papua yang tengah menempuh studi di sejumlah perguruan tinggi di dalam negeri maupun luar negeri.

Tidak hanya itu, ujar Rumbairussy, soal anggaran untuk kesehatan ini, dimana Rumah Sakit Rujukan yang ada di Provinsi Papua hanya ada di RSUD Jayapura. Artinya, jika ada orang yang sakit di Nabire, Nduga, Lanny Jaya, Merauke dan lainnya, rujukannya pasti ke RSUD Jayapura. Namun, alokasi anggaran Pemprov Papua sudah berkurang.

“Sementara itu, saudara kita yang ada di tiga provinsi baru, anggaran mereka sudah dibeirkan. Kita lantas bertanya, karena OPD belum ada dan lainnya belum ada. Ya, silahkan itu hak pemerintah pusat, kita tidak bisa intervensi. Tapi, janganlah meninggalkan kami Provinsi induk dengan beban yang banyak, kita tidak tahu ambil uangnya darimana untuk membiayai kegiatan itu,” paparnya.

Untuk itu, DPR Papua datang ke Badan Anggaran DPR RI agar menyampaikan kepada Menteri Keuangan RI melalui mekanisme dewan untuk meninjau kembali atau menambah anggaran bagi Pemprov Papua.

Apalagi, PAD Papua dipastikan menurun dengan drastis dan kemampuan fiskal turun dratsis, sehingga jika kondisi initak diatasi, DPR Papua mengkhawatirkan akan terjadi gejolak baru terkait dengan pembagian dana transfer.

“Kita tidak berharap DOB ini lahir menimbulkan masalah baru lagi. Jadi, mudah-mudahan peremuan ini, kami harap pak Yan Mandenas bisa menyuarakan hal ini melalui lembaga DPR RI kepada Menteri Keuangan untuk bersama-sama mencari jalan terbaik dalam menurunnya kapasitas fikal di Pemprov Papua terkait terutama urusan bersama,” imbuhnya.

Anggota DPR Papua Arnold Walilo menambahkan, pembahasan APBD 2023 batas waktu yang diberikan oleh pemerintah itu sampai 30 Nopember 2022, sehingga diharapkan sebelum deadline itu, harus ada penambahan dana, sehingga bisa mengcover beberapa program tersebut.

“Jika tidak, lewat 30 Nopember akan susah. Untuk itu, kami minta dengan hormat dalam waktu yang singkat bisa dikomunikasikan sehingga sebelum penetapan APBD Provinsi Papua 2023, kita bisa mendapatkan dana tambahan,” katanya.

Selain itu, imbuh Arnold Walilo, soal hak anggaran bagi anggota DPR Papua dari lima Dapil yang kini sudah menjadi provinsi baru, yang tidak terakomodir dalam APBD Induk 2023 terutama tidak bisa melakukan kunker dan reses di daerah pemilihannya, padahal masa kerja sampai tahun 2024.

“Kita cuma bisa melakukan kegiatan di Dapil 1 dan 2, sedangkan  kegiatan di Dapil 3 – 7, sudah tidak bisa lagi sesuai UU. Padahal, kita sampai 2024. Nah, dalam 2 tahun ke depan, kami mengalami kesulitan, sehingga kami harap dapat dibantu dikomunikasikan, sehingga hak-hak anggota DPR Papua bisa dilaksanakan dengan formula,” imbuhnya.

Senada dikatakan Anggota DPR Papua Kusmanto meminta dukungan politik dari DPR RI agar dapat mengalokasikan anggaran mengantisipasi terbatasnya alokasi anggaran bagi Pemprov Papua pada tahun 2023. Apalagi, pemerintah pusat terkesan melakukan secara frontal dalam pembagian anggaran setelah diresmikan 3 DOB di Papua, padahal masih dalam masa transisi.

“Akan tetapi secara keuangan, kami sudah transfer ke daerah-daerah. Asumsi kita sebagai orang awam, ketika ini ada DOB untuk mempercepat pembangunan dan memperpendek rentang kendali pemerintahan, bayangan kita nanti akan ada kucuran dana yang lebih besar, untuk mempercepat pembangunan di daerah, namun faktanya bahwa kalau kita simulasikan dana transfer yang kita terima pada 2023, justru berkurang,” imbuhnya.

Sementara itu, menanggapi aspirasi itu, Anggota Banggar DPR RI Yan P Mandenas akan mengusulkan rapat kerja khusus dengan Dirjen Perimbangan bersama Banggar DPR RI dan DPR Papua termasuk 3 penjabat gubernur dan Gubernur Papua dan Papua Barat selaku provinsi induk untuk membahas secara khusus terkait dengan pengalokasikan dana Otsus dan DTI yang dialokasikan untuk provinsi dan kabupaten/kota di Papua, Papua Barat dan provinsi baru.

“Sehingga pembiayaan bisa disesuaikan dengan Keppres penugasan yang ditujukan lewat Pj Gubernur dalam melaksanakan tugas mereka dalam 2 tahun ke depan,” ujarnya.

Soal turunnya kapasitas fiskal di Provinsi induk, padahal beban pembiayan yang masih tinggi yang harus ditanggung, Yan Mandenas menyatakan pasti akan dilakukan penyesuaian lagi.

Sebab, dengan pemekaran ini, pasti beban anggaran di provinsi induk akan berkurang semua. Namun, akan dilihat pada masa transisi ini, beban pembiayaan apa yang masih dilanjutkan.

“Nah, beban pembiayaan yang masih dilanjutkan itu, nanti kita minta untuk pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan Kemendagri untuk memberikan alokasi, untuk melanjutkan agar program-program lanjutan ini tetap dibiayai sampai terbentuknya pemerintahan definitif di provinsi baru, setelah itu dilimpahkan anggaran, asset dan SDM baru mereka kelola full,” jelasnya.

Diakui, pada masa transisi diresmikannya 3 provinsi baru di Papua itu, tidak semudah yang dipikirkan, pasti akan banyak seklai penyesuain-penyesuaian yang harus dilakukan, namun ia berharap tidak terjadi miskomunikasi antara pusat dan provinsi induk termasuk dengan provinsi baru, sehingga dapat diatur dengan baik distribusi anggaran untuk membiayai program-program yang harus dilanjutkan sambil menunggu pemerintahan definitif yang nanti pada 2024 nanti terpilih. (bat)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *