JAYAPURA, Papuaterkini.com – Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung dan Orang Asli Papua (DPMK & OAP) Provinsi Papua menggelar Sosialisasi Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) Papua NOmor 3 Tahun 2022 tentang Kampung Adat di Hotel Horison, Kota Jayapura, Papua, 19 – 20 Desember 2022.
Kepala DPMK dan OAP Provinsi Papua, Yopi Murib, SE, MM mengatakan pemerintah provinsi terus berbenah diri dengan penyelenggaraan pemerintah yang baik dalam upaya meningkatkan pelayanan publik khususnya memberikan pelayanan kepada desa/kampung adat.
Menurutnya, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat yang semakin kompleks perlu dilakukan penyelenggaraan yang sungguh-sungguh dan konsisten agar pelayanan menjadi tetap bermanfaat bagi seluruh masyarakat.
“Untuk memberikan arahan dan landasan kepada seluruh pemangku kepentingan dalam melakukan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, maka diperlukan pengaturan dengan peraturan daerah tentang penetapan desa/kampung Adat,” katanya.
Menurutnya, topik masyarakat adat juga merupakan topik yang hangat dibicarakan di dalam sidang-sidang BPUPKI. Hasil-hasil diskusi tersebut, kemudian terkristalisasi dalam Pasal 18 serta penjelasan II Pasal 18 UUD 1945 (Sebelum Amandemen).
Lebih lanjut, pengakuan dan perlindungan konstitusional terhadap Masyarakat Adat pun tidak hilang setelah UUD 1945 diamandemen dimana pengakuan dan perlindungan terhadap Masyarakat Adat setidaknya tercantum di dalam Pasal 18 B Ayat (2) Dan Pasal 28 I Ayat (3) UUD 1945. Namun demikian, teks pengakuan dan perlindungan konstitusional terhadap Masyarakat Adat serta pengakuan terhadap Masyarakat Adat diletakkan pada syarat-syarat sepanjang masih hidup, sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI.
“Persyaratan ini pun bersumber dari persyaratan yang telah diperkenalkan oleh UU dan dalam konstitusi memperkenalkan istilah, Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dan Masyarakat Tradisional,” ujarnya.
Dikatakan, pada level peraturan yang lebih operasional, kebijakan-kebijakan Negara terutama sejak Orde Baru berkuasa dengan prioritas utama pada pembangunan industri-Industri berbasis sumberdaya alam serta berbagai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dengan orientasi pertumbuhan ekonomi dan modernisasi menjadi salah satu faktor menyebabkan Adat kehilangan hak sekaligus akses atas sumberdaya alam, terpinggirkannya hak-hak Masyarakat Adat, contohnya hutan sebagai sumber penghidupan Masyarakat Adat cecara turun temurun harusnya dikelola oleh Masyarakat Adat secara arif.
“Namun, kebijakan pemerintah yang mengeluarkan izin-izin hak pengelolaan hutan kepada swasta telah mengakibatkan penebangan hutan tanpa perencanaan matang dan tanpa memikirkan dampaknya untuk generasi berikutnya,” tandasnya.
Ditambahkan, masyarakat Adat dengan berbagai keterbatasannya tersingkir dari hutan dan hal ini menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan mereka. Gambaran yang paling gamblang tentang konflik teritorial yang seringkali mempertemukan Masyarakat Adat dengan Negara maupun swasta.
Yopi Murib mengatakan, melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 52 Tahun 2014 tentang Tatacara Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, mengatur penetapan Masyarakat Hukum Adat melalui Keputusan Kepala Daerah (Bupati/Walikota Atau Gubernur).
Hal yang sama juga dilakukan melalui Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang No. 10 Tahun 2016 tentang Tatacara Penetapan Hak Komunal atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat yang Berada Dalam Kawasan Tertentu. Melalui Permen ini, keberadaan Masyarakat Adat dan Hak Atas Tanahnya ditetapkan oleh Kepala Daerah (Gubernur Atau Bupati/Walikota).
“UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, lahirlah Perda Papua Nomor 3 Tahun 2022 tentang Kampung Adat. Perda Kampung Adat di kabupaten masing masing Kelompok suku asli di Papua. Kelompok suku asli di Papua terdiri dari 255 suku, dengan bahasa yang masing-masing berbeda,” ujarnya.
Ditambahkan, hal yang membedakan masyarakat tradisional dengan masyarakat modern adalah ketergantungan masyarakat terhadap lingkungan alam sekitarnya. Faktor ketergantungan masyarakat tradisional terhadap alam ditandai dengan proses penyesuaian terhadap lingkungan alam. Oleh karena itu, masyarakat tradisional mempunyai karakteristik tertentu yang menjadi ciri pembeda dari masyarakat modern.
“Dengan adanya Perda Nomor 3 Tahun 2202 ini, keberadaan Kampung Adat memiliki payung hukum yang kuat, tidak terlepas dari peran strategis yang dimiliki oleh desa/kampung adat yaitu bersama pemerintah desa dan desa/kampung adat berperan serta dalam pembangunan daerah kabupaten masing-masing. Berperan serta dalam pelestarian dan pengembangan adat, budaya dan agama. Berperan serta dalam membangun karakter Bangsa yang berdasarkan pada nilai-nilai budaya. Melalui Perda tentang Penetapan Desa dan Desa Adat, di masing masing kabupaten sehingga dapat memilik payung hukum yang kuat,” paparnya.
“Betapa pentingnya Desa/Kampung Adat dengan Peraturan Daerah, sehingga secara legal (hukum) Desa/Kampung Adat mendapat pengakuan dan perlindungan yang kuat oleh Pemerintah Kabupaten, Provinsi maupun Pemerintah Pusat,” imbuhnya.
Ketua Panitia Sosialisasi Perda Kampung Adat, Jacobus Maniagasi, SE mengatakan, jika sosialisasi Perda Kampung Adat ini dilakukan kepada OPD, stakeholder dan masayrakat di Provinsi Papua, agar peserta kegiatan sosialisasi ini nantinya dapat mensosialisasikannya kembali di lingkungan dan wilayah kerjanya masing-masing.
Sosialisasi ini, melibatkan narasumber dari DPMK dan OAP Provinsi Papua, Kepala Biro Hukum Provinsi Papua, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Uncen, DPR Papua, LSM dam le[a;a DPMK Kabupaten Jayapura.
“Maksud dilaksanakan sosialisasi ini untuk memberikan pemahaman dan persepsi yang sama bagi seluru pemangku kepentingan di pemerintah daerah baik tingkat provinsi, kabupaten/kota, distrik maupun kampung dalam pemahaman tentang Kampung Adat. Tujuan kegiatan ini untuk mensosialisasikan Perda Nomor 3 Tahun 2022 tentang Kampung Adat,” imbuhnya.(bat)