Ada Temuan Rp 1,57 Triliun, DPR Papua Bentuk Pansus LHP BPK RI

Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw, SE.
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Guna menindaklanjuti rekomendasi BPK RI, DPR Papua membentuk Panitia Khusus (Pansus) Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Papua tahun anggaran 2022.

Pembentukan Pansus LHP BPK RI ini, dilakukan dalam rapat Badan Musyawarah DPR Papua di Ruang Banggar DPR Papua, Rabu, 24 Mei 2023.

“Ya, dalam rapat bamus tadi telah disepakati untuk membentuk Pansus terkait tindaklanjut LHP BPK RI DPR Papua, sesuai amanat untuk pemerintah menindaklanjuti temuan-temuan BPK yang ada dalam LHP itu, sehingga DPR Papua punya tugas dan mendorong pemerintah untuk segera menindaklanjuti yang menjadi rekomendasi-rekomendasi LHP BPK RI,” kata Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw, SE usai memimpin rapat bamus.

Bahkan, Pansus LHP BPK RI DPR Papua itu, akan segera diterbitkan SK-nya, sehingga Pansus dapat segera bekerja. Pansus LHP BPK RI DPR Papua ini, jika sebelumnya hanya dihandel langsung Komisi III DPR Papua, namun kali ini tampaknya berbeda, dimana setiap fraksi mengirimkan utusannya untuk masuk dalam Pansus LHP BPK RI DPR Papua.

“Semua fraksi akan mengusulkan nama-nama anggota DPR Papua yang akan masuk dalam Pansus LHP BPK RI ini. Lalu kita SK-kan, lalu bisa bekerja,” ujarnya.

Yang jelas, kata Politisi Partai NasDem ini, jika Pansus ini akan menindaklanjuti apa yang menjadi rekomendasi dari LHP BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Papua pada tahun 2022.

Apalagi, ada temuan sebesar Rp 1,57 triliun yang direkomendasikan bahwa itu pengeluaran lebih besar dari dokumen APBD 2022.

“Ada penggunaan anggaran di luar dokumen yang sah. Itu menjadi diskusi kita tadi. Kita sadari bahwa itu terjadi pembiayaan yang dipakai dimana saat itu tanpa pembahasan melalui rapat paripurna APBD Perubahan. Sekali lagi, APBD Perubahan bisa ada, juga bisa tidak. Tapi jika ada penggunaan anggaran tambahan yang memang merasa penting, bisa dilakukan tanpa melalui rapat paripurna APBD Perubahan tapi melalui Perkada, namun hanya kepada beberapa poin yang penting dan mendesak atau biaya rutin seperti gaji pegawai, layanan publik dan bencana. Itulah yang bisa digunakan,” ujarnya.

Hanya saja, lanjut Jhony, Perkada itu tidak dibahas bersama dengan DPR Papua atau tidak melalui mekanisme sesuai dengan temuan BPK RI. Selain itu, juga tidak dikonsultasikan atau disampaikan kepada Mendagri.

“Itu tentu akan menjadi stressing dari Pansus LHP BPK RI bahwa kita akan melihat berapa yang menjadi biaya urgen, mana yang bisa menggunakan Perkada, nah itu yang akan didalami, karena kita tahu tahu penggunaan Perkada itu digunakan untuk yang mendesak,” imbuhnya.

Sebelumnya, BPK RI memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Papua pada tahun anggaran 2022. Padahal, sebelumnya berturut-turut selama 7 kali, Pemprov Papua meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Bahkan, BPK RI menemukan sejumlah temuan yang menjadi rekomendasi agar ditindaklanjuti oleh Pemprov Papua dalam 60 hari ke depan.

Hasil pemeriksaan yang dilakukan BPK berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) dapat disimpulkan masih adanya permasalahan utama yang berpengaruh terhadap penyajian laporan keuangan.

Sebagaimana diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan, Pemerintah Provinsi Papua menyajikan realisasi Belanja Daerah senilai Rp11,45 triliun. Dari nilai tersebut, diantaranya terdapat realisasi belanja senilai Rp 1,57 triliun yang melampaui anggaran induk dengan rincian yaitu Belanja Barang dan Jasa senilai Rp 403,70 miliar, Belanja Hibah senilai Rp 437,44 miliar, Belanja Bantuan Sosial senilai Rp 27,54 miliar, Belanja Modal senilai Rp 566,11 miliar, dan Belanja Tidak Terduga senilai Rp 141,02 miliar.

Atas pelampauan realisasi belanja tersebut, Pemerintah Provinsi Papua telah menetapkan Anggaran Perubahan sesuai Peraturan Gubernur Papua Nomor 55 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Papua Nomor 1 Tahun 2022 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2022, namun penetapan peraturan gubernur tersebut tidak melalui persetujuan bersama DPRP dan pengesahan Menteri Dalam Negeri serta pelaksanaan dan substansi belanja tersebut tidak sepenuhnya memenuhi kriteria antara lain yaitu keadaan darurat termasuk keperluan mendesak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Sebagai akibatnya, BPK tidak dapat menentukan penyesuaian yang diperlukan terhadap pelampauan realisasi belanja tersebut dan dampaknya terhadap penyajian belanja Pemerintah Provinsi Papua Tahun 2022,” kata Auditor Utama Keuangan Negara VI BPK RI Laode Nusriadi dalam sambutan pada rapat paripurna DPR Papua dengan agenda penyerahan LHP BPK RI, beberapa waktu lalu.

Atas permasalah itu, kata Laode Nusriadi, BPK telah memberikan rekomendasi perbaikan untuk ditindaklanjuti oleh Gubernur Papua sebagaimana dimuat dalam laporan yang telah diserahkan, yaitu Gubernur Papua agar Mempertanggungjawabkan realisasi belanja yang melampaui anggaran induk sebesar Rp 1,57 triliun dan Menginstruksikan TAPD untuk menyusun dan membahas rancangan perubahan APBD bersama DPR Papua sesuai dengan jadwal dan tahapan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.

“Berdasarkan hasil pemeriksaan dan permasalahan signifikan sebagaimana kami sebutkan diatas, BPK menyimpulkan bahwa opini atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Papua Tahun Anggaran 2022 adalah WAJAR DENGAN PENGECUALIAN (WDP),” imbuhnya.(bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *