Permendagri Soal Reses Perlu Direvisi

Ketua Kelompok Khusus DPR Papua, Jhon NR Gobai.
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penjaringan Aspirasi Masyarakat pada Masa Reses oleh Anggota DPR Papua dan DPR Papua Barat Sisa Masa Jabatan 2019 – 2024 Pasca Pemekaran Wilayah di Provinsi Papua dan Papua Barat, perlu direvisi.

Menurut Ketua Kelompok Khusus DPR Papua, Jhon NR Gobai, Permendagri yang mengatur reses Anggota DPR Papua dan Papua Barat itu, tidak relevan. Apalagi, menyangkut hasil penjaringan aspirasi itu, mestinya bisa langsung diserahkan ke penjabat gubernur di tiga provinsi baru yakni Provinsi Papua Selatan, Papua Pegunungan dan Papua Tengah serta Papua Barat Daya, tanpa harus kembali ke provinsi induk lagi, kemudian oleh pimpinan DPR Papua dan DPR Papua Barat diserahkan ke penjabat gubernur di 4 DOB di Tanah Papua.

“Ya, pertama kami apresiasi kepada Mendagri dan jajaran yang telah mengeluarkan Permendagri terkait reses anggota DPR Papua dan Papua Barat ke daerah pemilihan pada waktu pemilu 2019, sebagai payung hukum pelaksanaan reses di dapil,” kata Jhon Gobai.

Hanya saja, sebagai anggota DPR Papua yang meminta Komisi II DPR RI untuk menggelar RDP, Jhon Gobai meminta ada substansi lain yang diharapkan keluar dalam Permendagri Nomor 5 Tahun 2023 itu, terutama soal pengawasan.

“Memang pengawasan untuk 4 DOB di Tanah Papua itu dilakukan oleh DPR RI, namun belum diatur bahwa kewenangan DPR Papua dan Papua Barat terkait dengan pengawasan itu. Saya dari Paniai atau Meepago, jika saya mendapatkan aspirasi atau melihat hal yang bisa menjadi saran kepada Pemprov Papua Tengah, mestinya saya tidak perlu ke Jayapura lagi untuk menyampaikan kepada pimpinan DPR Papua, kemudian aspirasi itu diteruskan oleh pimpinan DPR Papua kepada Penjabat Gubernur Papua Tengah. Namun, saya bisa saja dari Paniai turun ke Nabire untuk menyampaikan aspirasi itu secara langsung kepada Pj Gubernur atau sekdanya, kan lebih simple,” paparnya.

Untuk itu, Jhon Gobai berharap hal itu perlu diperhatikan dengan baik, termasuk menyangkut penganggaaran dalam reses. “Artinya, mesti harus ada kompromi ya,” ujarnya.

Jhon Gobai mengingatkan kembali kesimpulan rapat dengar pendapat di Komisi II DPR RI beberapa waktu lalu yang menjadi dasar keluarnya Permendagri itu, terutama untuk menjaga kelancaran pelaksanaan tugas hak dan kewajiban anggota DPR Papua dan DPR Papua Barat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, Komisi II DPR RI meminta Kementerian Dalam Negeri untuk segera menerbitkan peraturan yang mengatur tentang tanggungjawab kerja kewajiban dan termasuk hak keuangan bagi DPR Papua dan DPR Papua Barat sisa masa jabatan 2019 – 2024 yang berasal dari daerah pemilihan yang wilayahnya masuk dalam wilayah 4 daerah otonom baru di Papua dan Papua Barat sampai habis masa jabatan.

“Nah, disini jelas. Kesimpulan ini tidak hanya menyebutkan soal reses. Tapi ini soal tugas, hak dan kewajiban. Jika bicara ketiganya itu, maka tugas dan fungsi DPR Papua dan Papua Barat ini berjalan. Kita konsisten dengan hasil rapat dong. Saya minta Permendagri perlu resvisi, mungkin kita pakai untuk reses pertama, tapi berikutnya tolong dimasukkan kesimpulan itu,” tandasnya.

Yang jelas, Jhon Gobai menilai Permendagri Nomor 5 Tahun 2023 terkait reses itu, belum sesuai dengan hasil kesimpulan dari pertemuan dengan Komisi II DPR RI beberapa waktu lalu, karena pertemuan itu bukan hanya bicara soal reses saja, tapi bicara soal tugas, hak dan kewajiban anggota DPR Papua dan Papua Barat yang diatur sesuai undang-undang.

Soal pembiayaan reses anggota DPR Papua terkait kondisi keterbatasan keuangan daerah, Jhon Gobai menambahkan hal itu harus dibicarakan. “Intinya bahwa karena Kemendagri menjadi tempat pengawasan para Pj Gubernur dan DPR RI, karena ini sudah menjadi kesimpulan maka harus dibicarakan antara gubernur Papua dan para pejabat gubernur. Apalagi mereka sudah membentuk sekretariat DPR, pertanyaan saya mereka mau melayani siapa? Mau melayani anggota DPR yang mana? Aturannya jika menjelang pelantikan, baru sekretariatnya diisi,” pungkasnya.(bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *