Puluhan Kontainer Ditahan, Distributor Bapok Polisikan PT SPIL

banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Lantaran puluhan kontainer berisi bahan kebutuhan pokok atau bapok, Distributor Bapok PT Sinar Balado Papua yang ada di Sentani, Kabupaten Jayapura ditahan oleh PT SPIL Jayapura di Pelabuhan Jayapura, terpaksa dilaporkan ke Polresta Jayapura Kota.

Selain itu, pihak distributor bapok itu, juga telah melakukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jayapura untuk mendapatkan keadilan, lantaran dirugikan akibat puluhan kontainer berisi bapok untuk persediaan menghadapi hari raya Lebaran beberapa waktu lalu, tertahan dan tidak bisa diedarkan.

Direktur PT Sinar Balado Papua menjelaskan kronologis penahanan puluhan kontainer bapok miliknya itu, berawal pertengahan Januari 2023 melakukan pembelian barang sejumlah 31 kontainer dari Surabaya tujuan Jayapura.

Mestinya, kontainer bapok itu diperkirakan akhir Januari 2023 sudah sampai di Jayapura, namun sampai akhir Februari 2023, belum ada titik terang untuk pembongkaran dan pengangkutan ke gudang milik PT Sinar Balado Papua.

“Jadi, sampai sekarang ada 10 kontainer masih tertahan dari sebelumnya ditahan sebanyak 24 kontainer berisi bapok,” ungkapnya.

Untuk itu, pihaknya mengecek langsung ke pelayaran PT SPIL Jayapura, lantaran sebelumnya sudah beberapa kali menanyakan pengiriman barangnya melalui ekspedisi PT, namun tidak masuk akal seperti kapal rusak, kapal tertahan di Makassar dan sistem di Pelindo Jayapura rusak.

“Saat saya berkunjung ke PT SPIL, ternyata saya mendapat kabar bahwa barang saya sudah sampai di Pelabuhan Jayapura 28 hari. Namun, saya tidak pernah mendapatkan informasi itu dari PT SPIL. Saya baru tahu juga kontainer bapok itu ditahan dengan alasan dikarenakan ekspedisi masih memiliki tunggakan hutan ke PT SPIL sekitar Rp 1,3 miliar,” ujarnya.

Ia sempat mempertanyakan alasan penahanan kontainer bapok miliknya tersebut. Jika memang bermasalah, kenapa barangnya sampai di Jayapura dan ditahan tanpa sepengetahuannya.

“Kalaupun ekspedisinya bermasalah, mestinya saya dihubungi atau diinformasikan. Akhirnya, saya menghubungi pihak ekspedisi untuk datang mengklarifikasi masalah itu. Jadi, disitu saya kepala cabang PT SPIL dan ekspedisi mencari jalan tengah,” katanya.

Dari 24 kontainer yang ditahan itu, sebanyak 4 kontainer akhirnya dilepas lantaran kontainer itu berisi kacang kedelai dan gula merah yang sangat beresiko, apalagi sudah 28 hari tertahan di Pelabuhan Jayapura.

“Sisa 20 kontainer selanjutnya, PT SPIL meminta untuk menanyakan ke pihak ekspedisi. Dari pihak ekspedisi bilang meminta waktu. Namun, seminggu tidak ada titik terang, sehingga saya mencari informasi untuk mencari solusi agar 20 kontainer itu,” paparnya.

Apalagi, 20 kontainer berisi bapok itu, digunakan untuk mempersiapkan menghadapi Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran dan membantu pemerintah untuk menekan laju inflasi dengan penyediaan stok bapok yang cukup ditengah masyarakat hingga ke pelosok Papua. Namun, justru ditahan di Pelabuhan Jayapura oleh PT SPIL Jayapura.

Untuk itu, pihaknya berupaya memohon kepada PT SPIL agar melepas 20 kontainer bapok itu, lantaran menyangkut kebutuhan masyarakat, apalagi mestinya bapok itu menjadi prioritas lantaran sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

“Namun, pihak PT SPIL terkesan tidak mau tahu. Karena tidak ada titik terang, akhirnya saya meminta bantuan ke KSOP Jayapura untuk mediasi dengan PT SPIL dan ekspedisi. Dari pertemuan itu, muncul 2 solusi dari KSOP, diantaranya pertama 20 kontainer dipindahkan ke Depo Hamadi untuk mengurangi denda pelabuhan yang berjalan setiap hari dan kedua melakukan perubahan BL atau dokumen bongkar muat yang ditujukan ke ekspedisi tapi langsung ke nama saya, dari situ saya menyetujui dan proses BL itu saya menerima resiko bahwa uang yang saya bayar ke ekspedisi, harus saya bayar lagi ke pelayaran, karena itu maunya PT SPIL dengan dasar argumen hutang piutang,” urainya.

Untuk itu, pihaknya melakukan penandatangan surat kuasa peralihan BL dari ekspedisi ke pihaknya dan pihaknya berkoordinasi dengan PT SPIL Surabaya hingga mereka mengeluarkan invoice, sehingga pihaknya membayar sebanyak Rp 280 juta.

Setelah melakukan pembayaran itu, lanjutnya, PT SPIL Jayapura masih mempersulit pihaknya dengan syarat-syarat tertentu. Awalnya pihaknya sudah membayar untuk 5 kontainer sebesar Rp 77 juta lebih, sehingga kontainer dikeluarkan.

“Namun, pihak PT SPIL meminta saya memproses hukum terhadap ekspedisi dengan janji 15 kontainer sisanya akan dilepas. Akhirnya saya bayar, ternyata yang dikeluarkan hanya 5 kontainer saja dan 10 kontainer sudah dibayar, namun ternyata masih ditahan tanpa alasan yang jelas dan segala yang terjadi di pelabuhan baik denda Pelindo dan lainnya dibeban ke saya. Mereka yang menahan, mereka yang mengenakan beban ke saya dan solusi dari KSOP pun mereka tidak mengindahkan,” katanya.

Ketika pihaknya memproses hukum baik dengan melaporkan ke Polresta Jayapura Kota maupun menggugat perdata ke Pengadilan Negeri Jayapura, namun PT SPIL terus mencari alasan bahwa pembayaran yang dilakukan itu, bukan ke PT SPIL, tapi ke anak perusahaan mereka yakni PT TEPIL.

Padahal, dari awal pihak PT SPIL sendiri memberikan nomor rekening pembayaran itu. Ia heran padahal 10 kontainer pertama yang sudah keluar, pembayarannya juga melalui rekening tersebut, namun kini PT SPIL beralasan bahwa itu salah.

Yang jelas, dari penahanan puluhan kontainer itu awalnya hingga terakhir tinggal 10 kontainer itu, ia merasa sangat dirugikan dan diperkirakan kerugian itu mencapai Rp 2 miliar lebih dari nilai barang itu. Apalagi, kemungkinan besar banyak barang yang ada di dalam kontainer itu menjadi rusak dan kadaluarsa.

“Saya minta PT SPIL mengembalikan kerugian yang saya alami. Apalagi, kami telah membayar ke ekspedisi untuk pengiriman barang dari Surabaya ke Jayapura sebesar Rp 512 juta untuk 31 kontainer. Ditambah lagi, kami harus membayar lagi kepada PT SPIL sebesar Rp 280 juta untuk 20 kontainer. Saya merasa ini pemerasan, apalagi syarat terakhir yang tidak bisa kami terima bahwa kami merasa diperalat untuk menagih hutangnya ekspedisi, padahal kami tidak ada sangkut pautnya. Jadi, syarat pengeluaran kontainer itu, mereka bilang saya ekspedisi bayar Rp 500 juta atau saya yang disuruh membayar untuk mengeluarkan kontainer milik kita. Saya merasa diperas, apalagi ada bukti permintaan itu, padahal kami sudah sangat beritiket baik demi menyelamatkan barang-barang kami,” imbuhnya.

Sementara itu, Pengacara PT Sinar Balado Papua, Chaerul Siregar mengaku telah melakukan berbagai langkah, termasuk bertemu dengan KSOP Jayapura dan melaporkan di Polsek KP3 Laut dan Polresta Jayapura Kota.

“Per 19 Mei 2023, kita membuat surat aduan ke Kejaksaan Jayapura. 31 Maret 2023, kami telah melaporkan PT SPIL ke Polresta Jayapura Kota dan saat ini masih dalam proses penyelidikan dimana klien kami sudah di BAP dan dari PT SPIL dan ekspedisi Fathir sudah dimintai keterangan. Untuk laporan ke polisi itu dengan dugaan penggelapan, karena klien saya sudah melakukan pembayaran, namun ternyata masih tertahan 10 kontainer,” ujar Chaerul Siregar.

Chaerul menambahkan pihaknya juga telah memberikan somasi kepada PT SPIL, namun tidak ada tanggapan. Lalu, pihaknya mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jayapura dengan nomor perkara 115 hingga majelis hakim meminta dilakukan mediasi dan melakukan pengaduan ke Kejaksaan Negeri Jayapura dengan dugaan adanya mafia hukum di Pelabuhan Jayapura.

Sementara itu, Kepala Cabang PT SPIL Jayapura, Slamet Sampurno saat dihubungi membantah bahwa pihaknya melakukan pemerasan terhadap PT Sinar Balado Papua terkait penahanan kontainer berisi bapok itu.

Bahkan, Slamet membantah terkait adanya penahanan 10 kontainer bapok milik PT Sinar Balado Papua itu. Ia berasalan bahwa itu terkait dengan ekspedisi PT Fathir ke PT TEPIL, sehingga kontainer belum bisa dikeluarkan. “Intinya kalau ada BL ya bisa dikeluarkan. Kan yang melakukan kontrak itu PT TEPIL dengan ekspedisinya, PT Fathir, karena jelas pengirima dan penerimanya PT Fathir, kita tidak tahu customer siapa saja,” ujarnya.

Soal pembayaran uang untuk mengeluarkan 10 kontainer namun belum keluar juga? Slamet mengatakan jika hal itu urusan PT TEPIL, bukan PT SPIL sebagai pengangkut barang. “Kami menunggu ekspedisi dengan PT TEPIL, karena kami sebagai pengangkut kalau ada loading ya kita layani DO-nya. Dari ekspedisi belum ada penyelesaian pembayaran ke PT TEPIL, bagaimana menyelesiakannya? Kami tidak pernah melakukan pemerasan,” pungkasnya.(bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *