Kasus KDRT, Oknum Pejabat Pemprov Papua Bantah Ancam Istri Pakai Senpi

Penasehat Hukum GRY, Yulianus Yansens Pardjer memberikan keterangan pers.
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), yang menyeret salah satu oknum pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua berinisial GRY mendadak muncul ke publik.

Pasalnya, GRY diduga melakukan sejumlah kekerasan terhadap SK, yang tak lain adalah istrinya. Dari pengakuan SK, ia mengalami KDRT selama kurang lebih 10 tahun. Bahkan, SK mengaku jika GRY mengancamnya menggunakan senjata api alias senpi.

Pernyataan SK dan kuasa hukumnya itu, dibantah langsung oleh pihak GRY melalui Penasehat Hukumnya, Yulianus Yansens Pardjer. Ia langsungmengklarifikasi terkait pemberitaan yang menyeret kliennya tersebut.

Yulianus menyatakan, apa disampaikan SK di media massa, adalah pembohongan publik dan pembunuhan karakter terhadap kliennya. Meski demikian, ia membenarkan kliennya tengah menjalani proses hukum di Mapolresta Jayapura Kota, tapi kini ditangguhkan penahanannya.

Yulianus menyebutkan beberapa poin penting dalam klarifikasinya terkait pernyataan SK tersebut. Bahkan, ia membantah pernyataan-pernyataan yang disampaikan SK, saat didampingi penasehat hukumnya, Gustaf Kawer.

Salah-satunya terkait GRY mengancam SK menggunakan senjata tajam, bahkan senjata api. “Ini perlu diklarifikasi, karena hal itu tidak pernah dilakukan klien kami. Kalau pernah dilakukan, pasti sudah ada pelaporan dari SK. Padahal, tidak ada senjata api, kalau senapan angin, untuk berburu itu ada. Tapi tidak dipakai untuk mengancam SK,” tegas Yulianus di Jayapura, Minggu, 4 Juni 2023.

Jika sebelumnya, SK menyebut bahwa ia mengalami kekerasan pasca operasi dan kemoterapi di RSUD Dok 2 Jayapura. Terkait hal itupun, GRY menjelaskan jiak penyakit yang diderita SK terjadi sejak 2022. Bahkan, GRY mendampingi SK hingga melakukan pengobatan ke luar negeri.

“Klien kami sebagai suami sangat bertanggungjawab, buktinya saat istrinya sakit, ia mengantar untuk berobat di Malaysia. Bahkan, saat kemoterapi di RSUD Dok 2, ia yang mengantar SK, ada 6 kali kemoterapi dan semuanya didampingi GRY,” katanya.

Dijelaskan, sebenarnya SK pernah meninggalkan GRY dalam kurun waktu dua tahun sejak 2017 hingga 2019 dan baru kembali ke rumah, setelah diajak sang suami, karena pertimbangan anak-anaknya.

Yulianus menyoroti pernyataan SK melalui penasehat hukumnya, yang dirasakan janggal terkait kinerja pihak kepolisian dalam hal ini Kapolresta Jayapura Kota. Padahal, ia menilai jika penyidik sudah melakukan tugasnya dengan baik dan sesuai aturan.

“Kami merasa bingung kenapa mereka minta Kapolda Papua menyoroti kinerja pak kapolresta. Semua proses sudah berjalan sesuai hukum acara pidana yang berlaku. Apalagi, penyidik Polresta Jayapura Kota sudah melakukan proses hukum mulai dari penyelidikan, penyidikan hingga penatapan klien kami sebagai tersangka dan juga melakukan  penahanan,” jelasnya.

Setelah proses tersebut, pihak GRY pun membuat  permohonan penanggungan penahanan. Soal penangguhan penahanan itu, Yulianus menilai hal itu wajar dan sesuai prosedur dan berdasarkan KUHAP dan tentunya berdasarkan pertimbangan matang dari penyidik untuk mengabulkan permohonan penangguhan penahanan, apalagi GRY dikenakan wajib lapor.

“Permintaan klien kami untuk ditahan dengan alasan khawatir GRY menghilangkan barang bukti dan KDRT terjadi kembali, itu tidak masuk akal. Secara logika hukum, ini tidak bisa dipahami, karena klien kami sudah tak bersama SK lagi, bagaimana ia akan melakukan KDRT lagi. Kedua, barang bukti sudah ada di penyidik, sehingga tak mungkin dihilangkan,” paparnya

Tak hanya itu, pihaknya pun menyoroti pemberitaan sejumlah media online dan postingan di media sosial yang menurutnya tak berimbang. “Terkait pemberitaan tersebut, maka kami akan mengambil langkah hukum, karena kami merasa sangat dirugikan. Padahal asas praduga tak bersalah harusnya dikedepankan,” pungkasnya.

Sementara itu, GRY juga membantah jika ada keberpihakan polisi terhadap dirinya dalam kasus dugaan KDRT tersebut.

“Saya selama di Polres disampaikan pak Gustaf selalu keluar dan melakukan video call dengan perempuan lain, itu tidak benar dan saya melihat polisi bekerja secara profesional,” imbuhnya.(bat) 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *