Giliran Tokoh Perempuan Tolak Penetapan Calon Anggota MRP Pokja Agama

Doliana Yakadewa dari Aktivis Jaker Tiki HAM Perempuan Papua didampingi Tokoh Perempuan Papua Emi Yerisetouw dalam pers conference di Abepura, Minggu, 16 Juli 2023.
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Penetapan Calon Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) periode 2023 – 2028 terus mendapatkan penolakan. Kali ini, aktivis dan tokoh perempuan secara tegas melakukan penolakan terhadap penetapan calon Anggota MRP yang diumumkan oleh Gubernur Papua dalam surat Nomor 161.1/77-5/SET pada 10 Juli 2023.

“Kami secara tegas menolak terhadap pengumuman penetapan Calon Anggota MRP periode 2023 – 2028 khususnya pokja agama dan itu harus dibatalkan,” tegas Doliana Yakadewa dari Aktivis Jaker Tiki HAM Perempuan Papua didampingi Tokoh Perempuan Papua Emi Yerisetouw dalam pers conference di Abepura, Minggu, 16 Juli 2023.

Bahkan, Yemima meminta pemerintah pusat untuk tidak memproses pelantikan terhadap Calon Anggota MRP periode 2023 – 2028 khususnya untuk Pokja Agama tersebut. Sebab, menurutnya, pemilihan Calon Anggota MRP Pokja Agama itu, tidak sesuai dengan Perdasi tentang Tata Cara Pemilihan Anggota MRP Periode 2023 – 2028, termasuk peletakan sejarah sinode – sinode gereja yang ada di Papua, termasuk penyebarannya yang harus representatif kultur.

Yemima yang merupakan aktivis perempuan dari Jaringan Kerja TIKI HAM Perempuan Papua ini memprotes keras terhadap Panitia Pemilihan Anggota MRP Periode 2023 – 2028 khususnya untuk Pokja Agama tersebut. Sebab, mestinya pemilihan anggota MRP dari unsur agama itu, harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan daerah, seperti sinode berkedudukan di Tanah Papua, berusia minimal 50 tahun dalam pelayanannya.

Ia sangat menyayangkan justru Sinode Gereja Bethel Gereja Pentakosta (GBGP) di Tanah Papua yang lahir 17 Oktober 1956 atau lebih dari 50 tahun, justru tidak diakomidir. Padahal, GBGP justru lebih dahulu lahir dibandingkan GKI di Tanah Papua.

“Setelah ada GKI, itu ada ikut Penster dalam hal ini Gereja Pentakosta. Itu hanya GBGP yakni berdiri 17 Oktober 1956, kemudian beberapa minggu kemudian lahir GKI. Dan dalam aturan dalam rekrutmennya, sinode harus ada di Tanah Papua, penyebarannya 50 persen dan berbadan hukum. Kami menilai Panitia Pemilihan Anggota MRP tidak memperhatikan kriteria, dalam hal ini melanggar peraturan daerah dan ini pelecehan, mengingat MRP merupakan lembaga kultur yang ada di Provinsi Papua,” jelasnya.

Yemima meminta pemilihan Calon Anggota MRP khususnya Pokja Agama ini tidak diintervensi dengan kepentingan tertentu. Apalagi, jika tidak representasi kultur terutama di wilayah Adat Tabi dan Saereri.

Lebih lanjut, meski banyak gereja yang ada di Papua, mestinya Panitia Pemilihan Anggota MRP harus melihat kelayakannya sesuai dengan persyaratan dari peraturan daerah tentang Tata Cara Pemilihan Anggota MRP tersebut.

“Ini kejahatan terstruktur atas nama Tuhan. Apalagi, tidak melihat aturan yang ada. Untuk itu, kami tolak hasilnya. Kenapa GBGP adalah penster pertama yang mengikuti GKI di Tanah Papua, 1 kursipun tidak dapat. Padahal, GBGP lahir sejak tahun 1956 atau lebih dari 50 tahun di Tanah Papua. Mereka tidak mendapat kursi MRP, justru Gereja Baptis West Papua malah dapat kursi? Gereja ini sinodenya dimana? Apa Gereja West Papua ini? Jangan bikin kacau atau dipolitir dalam pemilihan calon Anggota MRP ini. Itu tidak boleh,” tandasnya.

Untuk itu, ia mendesak Kementerian Dalam Negeri untuk tidak melakukan pelantikan terhadap Anggota MRP periode 2023-2028 khususnya Pokja Agama. “Silahkan dilantik untuk unsur adat dan perempuan, namun untuk pokja agama jangan dilantik,” tegasnya.

Yemima mengaku bahwa pihaknya akan menggugat terhadap penetapan calon Anggota MRP periode 2023-2028 tersebut melalui ranah hukum. Sebab, pihaknya menolak terhadap hasil penetapan calon Anggota MRP tersebut. Sebab, jika hal ini dibiarkan, maka akan muncul banyak gereja dan bisa saja hal ini dipolitisir.

“Kami akan gugat ke PTUN terhadap Panpil dan siapapun yang terlibat. Pejabat gereja, jangan ada oknum-oknum tertentu yang meracuni agama di atas tanah ini. Kami merasa ini sama sekali tidak membawa angin segar, karena MRP itu ada karena atas nama HAM diatas tanah ini sehingga gereja juga harus bicara masalah diatas tanah ini. Jangan memasukan nama-nama baru, gereja – gereja baru dan sinode baru yang tumbuh ibarat jamur ditengah musim hujan,” ujarnya.

“Kami minta pemerintah pusat harus mendengar hal ini dengan serius. Kami minta harus ada perwakilan Anggota MRP dari GBGP di Tanah Papua. Jika GBGP tidak dapat 1 kursi, jangan pernah ada namanya pelantikan MRP,” pungkasnya.

Sementara itu, Aktivis Perempuan Papua, Emi Yerisetouw juga menolak dengan tegas terhadap pengumuman penetapan Calon Anggota MRP periode 2023-2028 terutama Pokja Agama.

“Kami tolak tegas hasil pengumuman penetapan calon Anggota MRP Pokja Agama. Itu harus dibatalkan, karena ada indikasi tidak sesuai aturan,” tegas Yemima.

“Seperti Sinode Gereja Baptis West Papua, itu apa? Itu agama Papua merdeka kah atau apa?,” tandasnya.

Untuk itu, ia mendesak agar Gubernur Papua meninjau ulang dan membatalkan hasil rekrutmen calon Anggota MRP Periode 2023-2028 terutama Pokja Agama, karena syarat dengan pelanggaran terhadap peraturan daerah yang mengatur tentang tata cara pemilihan anggota MRP periode 2023-2028. (bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *