Penetapan Calon Anggota MRP Pokja Agama Harus Dibatalkan

Ketua Umum PPNP-RI Jack J Puraro, MSi.
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Penetapan Calon Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) periode 2023 – 3028 terus mendapatkan sorotan. Bahkan, kali ini, Paguyuban Pemuda Nusantara Papua Republik Indonesia (PPNP-RI) mendesak agar penetapan Calon Anggota MRP 2023 – 2028 yang diumumkan oleh Gubernur Papua itu, terutama Pokja Agama harus dibatalkan.

“Ya, penetapan Calon Anggota MRP periode 2023 – 2028 harus segera dibatalkan, karena jelas-jelas mengabaikan amanat kontitusi yang tertuang dalam UU Otsus Papua dan Perdasus tentang Tata Cara Pemilihan Anggota MRP,” tegas Jack Judzoon Puraro, Ketua PPNP-RI di Jayapura, Jumat, 14 Juli 2023.

Bahkan, PPNP-RI telah menyurat kepada Menteri Dalam Negeri terkait keberatannya atas pengumuman Gubernur Papua tentang Calon Tetap Anggota MRP periode 2023 -2028 tersebut dan meminta Mendagri mempertimbangkan kembali sebelum dilakukan pelantikan.

Sebab, lanjut Jack Puraro yang juga Tokoh Pemuda dari Gereja Bethel Gereja Pentakosta (GBGP) di Tanah Papua, hal itu jelas sangat meruikan gereja-gereja yang benar-benar memenuhi persyaratan yang sesuai dengan pasal 23. Bahkan, ada beberapa gereja yang dinilainya tidak memenuhi ketentuan pasal 23 itu, seperti Persekutuan Gereja Baptis West Papua, Gereja Persekutuan Alkitab Indonesia, Gereja Kalvari Pentakosta Misi di Indonesia, Gereja Pantekosta di Indonesia dan Gereja Pantekosta di Papua, namun justru diloloskan.

Jack menegaskan jika masalah ini tidak segera diselesaikan atau dibiarkan, maka akan menimbulkan gejolak sukuisme, sebab perwakilan gereja yang mestinya diberikan kesempatan kepada anak-anak Tabi Saereri masih didominasi klen atau marga dari wilayah adat Laapago dan Domberai.

“Untuk itu, kami meminta dengan sangat kepada Mendagri agar segera membatalkan hasil penetapan calon Anggota MRP periode 2023 – 2028 yang sangat sarat dengan kepentingan politik praktis dari beberapa pendeta dan sekelompok orang yang dengan sengaja merampok hak kesulungan kami,” tegasnya.

Bahkan, Jack menilai jika pengumuman penetapan calon Anggota MRP itu, telah menciderai konstitusi dan anak-anak Tabi dan Saereri.

“Kami melihat ada skenario jahat, karena tidak melalui mekanisme bagaimana Panpil mestinya harus melakukan klarifikasi berkas atau kelengkapan administrasi dari sinode-sinode, tapi ini terkesan saya melihat Panpil seperti tidak berdaya dalam memutuskan sinode-sinode mana saja yang bisa mengusulkan calon Anggota MRP untuk Pokja Agama. Terkesan ada segelintir orang yang mensetting untuk Calon Anggota MRP Pokja Agama, sehingga kami kecewa dengan hasil kerja ini,” paparnya.

Menurutnya, MRP merupakan lembaga kultur, sehingga Pokja Adat, Pokja Perempuan dan Pokja Agama, mestinya harus benar-benar mencerminkan keterwakilan daripada wilayah adat, tetapi dari pengumuman untuk calon anggota MRP Pokja Agama sangat menciderai konstituasi. Sebab, hampir sebagian besar unsur keterwakilan agama itu, orang Tabi dan Saereri, hanya beberapa orang saja, bahkan terkesan dikuasai oleh sebagian besar orang-orang dari Lapago dan Domberai.

“Saya mau kasih ingat, saudara-saudara kami dari Lapago itu tidak diijinkan untuk masuk ke dalam MRP. Sebab, sudah ada MRP di Papua Pegunungan, Papua Tengah dan Papua Selatan. Untuk itu, kami minta suadara-saudara yang namanya muncul di Pokja Agama secara khusus baik itu dari Lapago maupun Domberai, silahkan kembali ke wilayah adat masing-masing. Anda pulang dan jadi anggota MRP di sana, jangan di Provinsi Papua, karena di Papua banyak SDM yang bisa mewakili lembaga agama dan sinode-sinode yang ada di Tanah Papua ini,” tandasnya.

Untuk itu, Jack Puraro menambahkan, mestinya PGGP dan FKUB sebagai mitra dari Panpil Calon Anggota MRP, sebenarnya lebih tahu mana gereja gereja yang betul-betul punya sinode yang ada di Tanah Papua, penyebaran gereja minimal 50 persen sesuai Perdasus Pasal 23.

“Kita bicara fakta-fakta agar masyarakat dan penyelenggara tahu, jangan karena mendapatkan sesuatu dari sekelompok orang lalu keputusan Panpil itu diintervensi oleh sekelompok orang yang merasa diri lebih hebat di Tanah Papua ini. Saya ingatkan untuk semua orang yang bukan orang Papua Tabi Saereri, pulang kembali ke daerah masing-masing urus tanahnya, urus negerinya. Sudah pemekaran wilayah silahkan pulang dan urus masing-masing,” katanya.

Untuk itu, Jack Puraro secara tegas menyatakan keberatan dan menolak pengumuman calon Anggota MRP periode 2023-2028 tersebut. Bahkan, pihaknya sudah menyurat resmi kepada Mendagri untuk ditinjau ulang dan proses pelantikannya dibatalkan, khususnya calon Anggota MRP Pokja Agama.

“Panpil harus melakukan verifikasi ulang berkas terhadap sinode-sinode gereja. Panpil harus datang ke gereja-gereja tua. Kami ingatkan bahwa kami adalah gereja paling tua di Papua ini. Gereja Bethel Gereja Pentakosta (GBGP) di Tanah Papua lahir 17 Oktober 1956, sembilan hari setelah itu, lahir Gereja Kristen Injili (GKI) yakni 26 Oktober 1956. GKI dapat 3 kursi, kami tidak ada kursi. Ini aneh sekali,” ungkapnya.

Terkait dengan hal itu, Jack Puraro mengaku akan menempuh jalur hukum melalui PTUN Jayapura terhadap hasil rekrutmen calon Anggota MRP periode 2023 – 2028 yang telah diumumkan oleh Gubernur Papua itu.

“Kami akan PTUN-kan seluruh pelaku yang benar-benar kami anggap melecehkan konstitusi dan mereka melanggar UU Otsus. Siapapun penyelenggara yang terlibat, siap-siap untuk bertemu diranah hukum,” pungkasnya.

Sementara itu, salah seorang pengurus Sinode Gereja Bethel Gereja Pentakosta (GBGP) di Tanah Papua, Juliana J Waromi, SE, MSi mengaku sangat kecewa dengan pengumuman hasil rekrutmen anggota MRP periode 2023-2028 tersebut.

“Melihat hasil pengumuman rekrutmen calon Anggota MRP itu, kami sangat kecewa. Sebab, tidak sesuai dengan amanat UU Otsus,” katanya.

Menurutnya, Sinode GBGP di Tanah Papua sudah lebih dari 50 tahun melakukan pelayanan di Tanah Papua, namun tidak ada keterwakilan untuk duduk di MRP periode 2023-2028. “Kami berharap hasil rekrutmen calon Anggota MRP yang diumumkan itu, harus ditinjau kembali. Saya berharap ditinjau kembali, Panpil melihat hal ini. Jangan ini dibiarkan, karena kami akan menempuh jalur hukum dan ini tidak bisa dibiarkan, sebab GBGP di Tanah Papua sangat dirugikan sekali. Paling tidak, kami dapat 1 atau 2 kursi, masak sama sekali tidak ada,” pungkasnya. (bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *