Sidang Jhon Rettob, Saksi Ahli Perhitungan Kerugian Keuangan Negara Tak Tahu Ada Dokumen Perjanjian Hutang Piutang

Suasana sidang kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat Cesna dan Helikopter di Kabupaten Mimika dengan menghadirkan saksi ahli perhitungan kerugian keuangan negara di Pengadilan Tipikor Jayapura.
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan serta pengelolaan pesawat Cessna caravan dan helikopter di lingkungan Pemkab Mimika tahun anggaran 2015, dengan terdakwa Jhon Rettob, Jumat, 21 Juli 2023, kembali digelar dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.

Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Thobias Benggian, didampingi Hakim Anggota Linn Carol Hamadi, dan Andi Mattalata, Berlangsung di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Klas IA Jayapura, Selasa, 11 Juli 2023.

Saksi ahli Herold Feri Makawimbang ahli hukum keuangan negara dan ahli perhitungan kerugian keuangan negara menyatakan kerjasama operasional pesawat Cessna Grand Carawan dan Helikopter Airbush H-125 milik Pemerintah Kabupaten Mimika oleh PT  Asian One Air menimbulkan kerugian negara senilai Rp 21,8 miliar.

Kerugian negara itu timbul karena PT Asian One Air tidak membayar biaya sewa pesawat dan helikopter.

“Itu mengakibatkan hilangnya hak keuangan negara sebesar Rp 21 miliar,” klaim Hernold dalam persidangan.

Pendapat Saksi Ahli JPU ini langsung ditanggapi oleh tim kuasa hukum terdakwa Johannes Rettob dan Silvi Herawaty, Imanuel Baru.

“Bahwa terkait angka Rp 21 miliar, saudara Ahli saya tanyakan apakah pernah saudara melihat dokumen pengakuan hutang?,” kata Imanuel.

“Pernah, kalau terkait dengan pengakuan hutang,” jawab Herold Makawimbang.

“Apakah saudara melihat ada penyelesaian antara pihak PT Asian One Air dengan Pemerintah untuk membayar yang Rp 21 Miliar? tanya Imanuel Baru lagi. Namun, dijawab saksi ahli tidak.

Mendengar jawaban tidak dari saksi ahli itu, tim kuasa hukum Jhon Rettob pun menunjukkan dokumen terkait pengakuan hutan itu, termasuk bukti cicilan yang dibayar.

Soal adanya kerugian negara itu, Saksi ahli Herold mengaku diberikan laporan BPKP oleh penyidik Kejati Papua.

Mendengar keterangan saksi ahli itu, membuat tim kuasa hukum Jhon Rettob mencercar sejumlah pertanyaan kepadanya. Apalagi, saksi ahli tidak melihat dokumen perjanjian hutang piutang antara Asia One Air dengan Pemda Mimika itu.

Setelah melihat surat perjanjian kesanggupan membayar piutang Rp 21 milyar kepada Pemda Mimika di depan Majelis Hakim.

Sebelumnya, Inspektur Mimika Sihol Parlingotan dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai salah satu saksi dalam sidang lanjutan Dugaan Korupsi Proyek Pengadaan Helikopter Airbus dan Pesawat Cesna di Pengadilan Tipikor Jayapura, Jumat, 7 Juli 2023.

Ia dihadirkan bersama dengan Penjabat Sekda setempat Petrus Yumte sebagai saksi dalam perkara dengan terdakwa Johannes Retob dan Silvi Herawati.

Di momen sidang kali ini, kesaksiannya telah membuat kasus tersebut menjadi terang benderang jika ada dokumen perjanjian hutang piutang antara Direktur Asian One Air (AOA) dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika yang berawal dari temuan BPK RI sebesar 21 Miliar.

Usai persidangan, Koordinator Tim Kuasa Hukum Jhon Rettob, Iwan Niode menilai jika saksi ahli yang dihadirkan JPU tidak jujur dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan. Apalagi, saksi ahli tidak mengetahui jika ada dokumen perjanjian hutang piutang antara Pemkab Mimika dan PT Asian One Air.

Iwan Niode mengaku geram dan kesal dengan keterangan saksi ahli yang dihadirkan JPU itu.

“Ahli ini jahat, ngawur dan asal hitung. Tetapi yang lebih jahat dia ngeles (menghindar-red) dan tidak mau mengakui ada kesalahan hitung. Artinya dalam konteks keahlian berikanlah keterangan yang jujur dan subyektif,” katanya.

“Saya dan tim sudah tanya soal kelebihan bayar. Tetapi saksi selalu ngeles dan menjawab pertanyaan yang diputar-putar,” sambungnya.

Yang jelas, tegas Iwan Niode, hitungan salah yang dibuat oleh saksi akhirnya berdampak kepada kliennya. “Kita berbicara soal kelebihan bayar. Padahal kan tidak ada,” tandasnya.

Dirinya menegaskan sejumlah dokumen yang diterima Tim PH sama juga dengan yang dimiliki oleh Tim JPU dan juga Majelis Hakim. “Bagaimana mungkin yang Rp 6,5 milyar dokumen operasional untuk pesawat helikopter dan Cesna. Dia tambahkan itu lagi di Cesna. Jadi, seolah-olah Cessna punya membengkak menjadi Rp 40 milyar. Namun jawaban yang diberikan selalu ngeles atau menghindar dan tidak mengakui jika ada kesalahan,” pungkasnya.(bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *