JAYAPURA, Papuaterkini.com – Sidang lanjutan dugaan korupsi pengadan pesawat Cessna Grand Caravan dan Helikopter Airbus di lingkungan Pemkab Mimika yang melibatkan terdakwa Plt Bupati Mimika, Jhon Rettob dan Direktur PT Asian Air One, Silvi Herawaty kembali digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Kelas IA Jayapura, Kota Jayapura, Papua, 8 Agustus 2023.
Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi fakta dan saksi ahli hukum pidana yang dihadirkan oleh terdakwa untuk meringankan, dipimpin Hakim Ketua Thobias Benggian, SH, didampingi Hakim Anggota Linn Carol Hamadi, SH dan Andi Matalata, SH, MH.
Diawali dengan pemeriksaan saksi fakta yaitu Plt Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Mimika Nella Manggara, terkait dengan pesawat dan helikopter milik Pemkab Mimika yang disita penyidik Kejaksaan Tinggi Papua.
Juru bicara tim kuasa hukum, Iwan Niode, kepada awak media mengatakan pada pemeriksaan saksi meringankan dari Plt Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Mimika semakin memperjelas kasus dugaan korupsi yang didawakan kepada kedua kliennya.
“Bahwa dari keterangan saksi, semakin memperjelas bahwa pesawat itu dalam penguasaan Pemda Mimika dan kepemilikan itu tidak pernah berpindah ke siapapun. Bahkan, dokumen kepemilikan sekaligus kunci pesawat dan helikopter itu ada di tangan Pemkab Mimika,” kata Iwan Niode usai sidang.
Dikatakan, keinginan untuk kembalikan pesawat dan helikopter ini sudah cukup lama, cuma para kepala dinas terdahulu oleh Plt Sekda menolak untuk serahterima 2 aset milik Pemkab Mimika itu.
“Mungkin mereka paling banyak sibuk urus politik, jadi tidak mau melakukan serahterima pesawat dan helikopter yang merupakan aset Pemda. Tetapi, buat ibu Nella ini barang milik aset Pemda Mimika, maka dengan segala tanggung jawab dia terima. Tapi, tidak terima begita saja, namun melakukan pemeriksaan terhadap fisik pesawat itu dan tim hadir pada waktu serah terima aset,” ujarnya.
Kemudian saksi fakta, Nella Manggara, juga menjelaskan soal temuan BPK Rp 21 miliar. Tetapi, temuan itu sudah ditindaklanjuti oleh Pemkab Mimika, termasuk berkomunikasi dengan PT Asian Air One hingga mencapai kesepakatan dan ada perjanjian antara Pemkab Mimika dan PT Asian Air One.
“Jadi, saya harus memastikan bahwa soal temuan BPK Rp 21 miliar itu masalah hukum perdata, karena memang ada perjanjian kedua pihak dan jangka waktu sampai tahun 2026. Saat inipun tenggang waktu masih 2023 dan ada niat atau itikad baik PT. Asian One Air untuk melakukan pembayaran. Oleh karena itu, buat saya temuan BPK Rp 21 miliar ini jelas tunduk kepada ketentuan hukum perdata,” bebernya.
Kemudian saksi fakta menegaskan pula soal kepemilikan pesawat itu. Bahkan, kedua pesawat itu ada di hanggar, dokumen kepemilikan, kunci pesawat dan helikopter ada sama Pemda Mimika. “Bagaimana kita mau bilang Pemda kehilangan kepemilikan?,” tandasnya.
Pada kesempatan ini, saksi fakta juga ingin menyampaikan sesuai keterangan ahli bahwa Jaksa Penuntut Umum tidak bisa membuktikan dakwaan khusus kerugian negara.
“Itu jelas bahwa tidak ada bukti kelebihan di persidangan. Soal temuan Rp 21 miliar itu hukum perdata, soal Rp 49 miliar itu untuk pemenuhan kepemilikan pesawat itu keliru. Ternyata di persidangan tadi semua kepemilikan itu ada di Pemerintah Kabupaten Mimika,” imbuhnya.(bat)