Er Ronsumbre di Tanah Papua Gelar Musyawarah Besar Pertama

Suasana Musyawarah Besar Pertama Er Ronsumbre di Tanah Papua di lapangan Ambroben, Biak Numfor, Kamis, 7 September 2023.
banner 120x600
banner 468x60

BIAK, Papuaterkini.com – Untuk pertama kalinya, Keret atau Er Ronsumbre di Tanah Papua menggelar Musyawarah Besar di Lapangan Ambroben, Kabupaten Biak Numfor, Kamis, 7 September 2023.

Dalam Musbes Pertama Er Ronsumbre di Tanah Papua ini, dihadiri langsung Wakil Ketua I DPR Papua, DR Yunus Wonda, SH, MH didampingi sejumlah Anggota DPR Papua, diantaranya Ketua Komisi IV DPR Papua, Arnold Walilo, anggota DPR Papua, Yohanis Ronsumbre, Thomas Sondegau, Tarius Mul, Yotam Bilasi, Kope Wenda dan Yonas Alfons Nussi.

Selain itu, dihadiri Ketua DAP Yan Pieter Yarangga, Sekjen DAP Leo Imbiri serta keluarga besar Er Ronsumbre dari 7 kampung dan beberapa kabupaten/kota di Tanah Papua.

Sekretaris DAP Leo Imbiri dalam sambutannya mengapresiasi Musyawarah Besar Pertama yang digelar Er Ronsumbre ini. Apalagi, hal ini merupakan konsep konsolidasi pertama yang dilakukan dengan melibatkan marga atau keret.

Dikatakan, dalam perjuangan masyarakat adat Papua, kita telah membangun satu struktur tingkat Dewan Adat Papua hingga tingkat kampung.

“Tapi hari ini kita menemukan sesuatu yang baru. Sebab, kerangka konsolidasi yang dibangun Marga Ronsumbre ini berbeda dengan yang lain dan tidak berbasis kampung, tetapi berbasis marga. Ini sesuatu yang baru konsolidasi masyarakat adat yang baru bagi masyarakat adat di seluru Tanah Papua,” kata Leo Imbiri.

Untuk itu, lanjut Leo Imbiri, format atau konsep konsolidasi yang dibuat marga Ronsumbre bisa menjadi contoh bagi konsolidasi masyarakat adat yang lain di Tanah Papua. Sebab, dalam perjalan bersama, ditemukan bahwa hampir semua marga di Papua itu tidak hanya berada di satu kampung saja, tetapi tersebar di seluruh Tanah Papua.

“Ide konsolidasi yang dilakukan marga Ronsumbre ini, akan menjadi inspirasi bagi marga – marga yag ada di masyarakat adat di seluruh Tanah Papua,” ujarnya.

Dikatakan, masyarakat adat di Tanah Papua tengah berjuang dan dalam perjalanan berjuang bersama sehingga ia mengajak marga atau Er Ronsumber untuk mengisi perjuangan bersama rakyat Papua. Apalagi, meski melalui berbagai tahap pembangunan di Tanah Papua, namun masyarakat adat Papua masih hidup dalam kemiskinan, masih terjadi pelanggaran HAM di Tanah Papua dan sebagian masyarakat adat terpaksa mengungsi dari tanah adatnya sendiri.

“Karena itu, suara kita harus terus didengarkan untuk mereka. Saya berharap dalam Musyawarah Besar Pertama Er Ronsumber bukan hanya menggumuli masalah internal, tapi juga menggumuli permasalahan saudara-saudara kita,” ujarnya.

Untuk itu, memasuki tahun politik atau Pemilu 2024, Leo Imbiri mengungkapkan jika DAP telah mengeluarkan edaran politik untuk memastikan bahwa Pemilu 2024 itu dikuasai oleh anak-anak adat Papua.

Sementara itu, Wakil Ketua I DPR Papua, DR Yunus Wonda, SH, MH dalam sambutannya mengapresiasi langkah Er Ronsumbre menggelar Musyawarah Besar Pertama ini sebagai langkah konsolidasi bagi masyarakat adat.

“Saya merasa bangga selama sekian tahun di DPR Papua, hari ini bisa menghadiri acara yang luar biasa dan sulit kami temukan acara – acara seperti ini. Sebab, hari ini generasi Papua hampir lupa sejarah mereka sendiri, bahkan bahasa pun mereka sudah ada yang lupa. Saya sendiri belajar Bahasa Ibu atau Bahasa Dani itu tahun 2001 – 2002, saya sendiri belum mengerti bahasa daerah, saya hanya bisa dengar, tapi saya tidak bisa bicara, karena dari kecil sudah tinggal di Sentani,” kata Yunus Wonda.

Untuk itu, Yunus Wonda mengajak agar membawa kembali generasi muda Papua untuk mengerti adat dan budaya daerahnya masing-masing, apalagi ditengah tantangan pada era modern dan digital.

Tokoh Er Ronsumbre yang turut hadir dalam Musyawarah Besar Pertama Er Ronsumbre di Tanah Papua, Kamis, 7 September 2023.

Yunus pun mencontohkan tatanan adat pada masyarakat di Sentani, Kabupaten Jayapura yang hingga kini terjaga seperti untuk menjadi ondoafi atau kepala suku tidak bisa di luar dari mereka.

“Itu tatanan adat yang luar biasa terjaga dengan baik. Terus terang kami di gunung sudah mulai tidak ada. Kepala suku itu sembarang orang bisa jadi, karena kekuatan politik mengalahkan kekuatan adat,” ujarnya.

“Saya salah satu orang yang sering kali tidak setuju dengan pemberian gelar anak adat atau penobatan anak adat untuk orang lain atau tamu yang datang ke Papua. Ketika ada tamu datang ke Papua, dia tidak tahu sejarah adat, tapi dia dikasih mahkota adat dan dikasih piring adat atau diangkat anak adat. Kita sedang melecehkan harga diri kita sendiri dengan itu dan kita memberikan kekuasan kepada orang lain hari ini, apalagi menobatkan dia sebagai marga atau anak adat, itu sudah tidak benar sama sekali,” sambungnya.

Menurutnya, dengan menobatkan orang lain dengan marga tertentu, sama saja itu sudah menginjak-injak tatanan adat sendiri, hanya karena kepentingan-kepentingan politik yang tidak jelas.

“Untuk itu, masukan saya bisa menjadi rekomendasi dalam Musyawarah Besar Er Ronsumbre di Tanah Papua ini agar berhenti memberikan mahkota adat atau mengangkat anak adat kepada sembarangan orang, sekalipun itu diberikan kepada orang asli Papua. Biarkan tatanan adat itu ada pada adat itu sendiri. Contoh meski saya sudah lama tinggal di Sentani, saya tidak bisa menerima gelar adat dari masyarakat adat Sentani, itu tidak bisa. Tidak boleh menjual marga adat sendiri, itu tidak boleh karena saya bagian dari kalian, tanpa pemberian marga atau penobatan itu, tidak akan mengurangi apa-apa, karena tatanan adat ini juga saya harus jaga,” paparnya.

“Ketika melihat ada orang diberi mahkota adat atau dinobatkan sebagai anak adat, saya sedih sekali. Karena terlalu murah untuk kita memberikan mahkota adat, memberi marga dan menobatkan sebagai anak adat, apakah ketika kita kesana kita diberi marga? Tidak ada itu. Sebab, dengan pemberian marga atau pengangkatan anak adat itu, lama-lama kita tidak sadar semua kekuasaan adat itu kita berikan kepada orang lain, sehingga suatu saat mereka bisa mengklaim mewakili adat dan itu bisa terjadi, sehingga ia bisa menjual tanah adat. Itu jangan sampai terjadi,” pungkasnya.

Anggota DPR Papua Yohanis Ronsumbre menambahkan, jika Musyawarah Besar Pertama Er Ronsumbre di Tanah Papua untuk membangun semangat kebersamaan, sebab keret atau Er Ronsumbre ini besar dan di Biak Numfor sendiri marga Ronsumbre menempati 7 kampung yang dibangun dari nenek moyang hingga sekarang mengalami kemajuan dalam pembangunan maupun sumber daya manusia (SDM).

“Nah, kampung – kampung ini merupakan aset baik manusia maupun sumber daya alam yang ada, sehingga pengembangan terutama sumber daya manusia itu ke depan, kami merasa penting untuk melakukan konsolidasi untuk membangun kebersamaan sehingga kami saling mendukung dalam membangun SDM ke depan untuk bersaing tanpa meninggalkan nilai – nilai adat kita sehingga melalui forum ini kita duduk untuk membahas strategi apa ke depan,” jelasnya.

Diakui, salah satunya adalah penataan sumber daya manusia yang ada dalam berbagai aspek, baik anak sekolah hingga yang menduduki jabatan – jabatan yang ada, sehingga bisa saling mendukung untuk kemajuan Er Ronsumber ke depan.

Soal Mubes Pertama Er Ronsumbre yang diapresiasi oleh DAP lantaran konsolidasi yang dilakukan berbeda dengan masyarakat adat lain, Yohanis Ronsumbre menjelaskan jika Keret dalam suku Biak itu pemilik mandat, jadi kekuasan tertinggi pada suku Biak itu ada pada keret, sehingga untuk memperkuat tatanan dan struktur masyarakat adat Biak itu harus dibangun di tingkat kerek, sehingga jika sudah solid maka akan memperkuat suku.

“Ini memang konsep konsolidasi masyarakat adat pertama sehingga diharapkan menjadi contoh bagi 400 marga atau keret yang ada di Biak, karena ini yang pertama yang kita lakukan. Saya harap ini menjadi model konsolidasi bagi suku – suku lain di Papua,” imbuhnya. (bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *