Pansus DPRP Sebut Beasiswa Mahasiswa Unggul Papua ‘Amburadul’

Suasana rapat Pansus Beasiswa DPR Papua bersama sejumlah lembaga yang mempersiapkan mahasiswa Papua ke luar negeri, Kamis, 5 Oktober 2023.
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Panitia Khusus (Pansus) Beasiswa DPR Papua menyebut jika program primado Beasiswa Mahasiswa Unggul Papua terkesan sangat ‘amburadul’. Apalagi, sejumlah permasalahan mulai data hingga keterlambatan pembayaran menjadi kendala.

“Jadi, banyak hal yang kita temukan persoalan Beasiswa Mahasiswa Unggul Papua ini, yakni sistem yang amburadul. Mulai dari perekrutan, sistem yang amburadul, tidak ada monitoring dan evaluasi. Dan ini akan terus menjadi masalah ketika kita tidak melakukan intervensi lebih lanjut ke anak anak kita, karena ada beberapa mahasiswa yang terpaksa akan pulang ke Papua,” kata Ketua Pansus Beasiswa DPR Papua, Fauzun Nihayah usai rapat bersama orang tua mahasiswa dan lembaga yang mempersiapkan mahasiswa Papua berangkat ke luar negeri, yakni Papua Language Institute (PLI), Sagu Foundation, SPH dan YPA Titip, Kamis, 5 Oktober 2023.

Menurutnya, sistem yang amburadul dalam program Beasiswa Mahasiswa Unggul Papua ini, jika memang dalam rekrutmennya dilakukan oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Papua, namun sebelum berangkat ke sejumlah perguruan tinggi di sejumlah negara, ada pihak ketiga yang mempersiapkan mereka terlebih dahulu.

“Tetapi masalahnya yakni pihak ketiga itu tidak dilibatkan lagi dalam mendampingi anak anak Papua lebih lanjut ketika mereka studi di sejumlah perguruan tinggi di beberapa negara, padahal seperti Papua Harapan itu, ada karakter building, anak anak didampingi sampai tuntas. Sekarang bisa jadi, ketika anak anak sampai negara tujuan dan menempuh studi di universitas disana, namun tidak sesuai yang diharapkan, mungkin jurusan dan kompetensinya tidak sesuai,” ungkap Fauzun Nihayah.

Soal kabar adanya dana yang ditransfer langsung ke mahasiswa dan mereka membayar ke universitas, Politisi Partai NasDem ini mengakui belum mengetahui secara pasti hal itu. Namun, pihaknya akan mengkonfirmasi kepada mahasiswa di luar negeri pada Senin depan.

“Kita kan harus klarifikasi ke mahasiswa betul apa tidak? Jika misalkan itu betul, itu bermasalah kembali. karena tidak semua anak anak ini punya kejujuran yang sama. Jangan sampai sudah dikasih tidak dibayarkan, karena biaya pendidikan berbeda seperti di Rusia biaya pendidikannya gratis, namun mereka harus membayar biaya hidup, sedangkan di Amerika biaya pendidikannya mahal hingga hampir Rp 1 miliar per mahasiswa plus biaya hidupnya. Itu pun banyak yang mau pulang,” ungkapnya.

Selain itu, lanjut Fauzun, permasalahan juga ada pada data mahasiswa Papua penerima beasiswa mahasiswa unggul ini. “Artinya dari mereka sebagai panitia pemberangkatan di awal, ketika sinkronisasi dengan BPSDM, datanya berbeda juga. Ketika mereka meminta kembali data itu ke BPSDM, tidak dikasih sampai sekarang. Seperti Sekolah Papua Harapan mereka sampai standby ketika email invoice tagihan disampaikan ke BPSDM juga tidak ada respon. Nah, itulah yang mengakibatkan tagihan tagihan menumpuk, karena kan semua berbasis email, tagihan dan lain sebagainya,” ujarnya.

Soal pertemuan Pansus Beasiswa DPR Papua bersama dengan orang tua mahasiswa, Fauzun Nihayah mengungkapkan jika mereka sangat kecewa dengan kondisi anak anak mereka yang kuliah di luar negeri, lantaran dana beasiswa maupun biaya hidup mereka terlambat dibayar.

“Orang tua mahasiswa sangat kecewa. Artinya mereka merasa BPSDM tidak bertanggungjawab dengan apa yang sudah dilakukan. Selama ini dari orang tua pun minta sinkronisasi data tidak dapat dari BPSDM. Bahkan, sampai tadi disampaikan pihak orang tua, mereka punya data bahwa ada yang kuliah di Amerika, anak itu sudah pulang tapi di dalam data BPSDM anak itu masih aktif dan dana transfer masuk. Ini kemana? Ini jadi satu soal, makanya mereka merasakan ada ketertutupan data,” imbuhnya.

Sementara itu, Manager Operasional Papua Language Institute (PLI) Julika mengakui soal keterlambatan anggaran bagi mahasiswa Papua yang kuliah di luar negeri itu, pihaknya tidak mengetahui secara persis terkait pembayaran itu.

“Sebab, untuk kami sebagai lembaga persiapan, kami tugasnya mempersiapkan anak anak ini keluar negeri. Tapi, masalah biaya tanggungjawab pemerintah. Jadi, kendala itu persisnya mereka lebih tahu, kami tidak bisa simpulkan. Karena, yang kami tahu ada keterlambatan biaya,” katanya.

Ia mengungkapkan untuk persiapan mahasiswa Papua dibawah lembaganya tidak ada permasalahan terkait pembiayaan. Hanya saja, masalahnya adalah anak anak yang sudah kuliah di luar negeri yang mengalami keterlambatan pembayaran sehingga anak anak ini mengeluh kepada pihaknya, sehingga pihaknya menfollow up ke pemerintah daerah yang mengelola dana beasiswa tersebut.

Diungkapkan, sebagai lembaga yang menyiapkan mahasiswa Papua kuliah di luar negeri ini, memang ada kendala, terutama secara karakter dan budaya di luar negeri dibandingkan dengan Papua tentu akan berbeda. Namun, pihaknya menyiapkan anak anak Papua agar tidak shock dalam komunikasi maupun ketika mereka ada di luar negeri.

“Untuk itu, kita memang lembaga yang mempersiapkan mereka dengan pola asrama, untuk menyiapkan mereka bagaimana ketika di luar negeri itu seperti apa, ya di asrama juga kita buat seperti itu. Kita 10 bulan mempersiapkan mereka. Di kita ada 3 semester, dimana 1 semester itu 4 bulan Jadi, selama 1 tahun persiapan bahasa akademi, kemudian 1 tahun mereka kuliah online jarak jauh. Waktu kuliah ya mereka sendiri dengan universitas. Ketika sudah siap berangkat, kita tes juga kalau memang waktu mereka mau berangkat tidak memenuhi standar yang ada, mereka tetap kita tahan sampai mereka betul betul siap,” imbuhnya. (bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *