Beasiswa Belum Dibayar, Ratusan Mahasiswa Papua di Luar Negeri Terancam Tak Bisa Lanjutkan Kuliah

Ketua Pansus Beasiswa DPR Papua Fauzun Nihayah bersama anggota foto bersama dengan Forum Orang Tua Mahasiswa usai rapat di Hotel Mercure Kota Jayapura, Rabu, 22 November 2023.
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Masalah yang dihadapi mahasiswa Papua yang kuliah di luar negeri maupun dalam negeri penerima Beasiswa Unggul Papua tampaknya belum selesai juga. Bahkan, kini ratusan mahasiswa Papua terancam tidak bisa melanjutkan kuliah mereka.

Bukan itu saja, mereka juga terancam dideportasi atau dipulangkan, lantaran belum ada kejelasan pembayaran biaya studi dan biaya living cost untuk Juli – Desember 2023. Bahkan, sudah ada mahasiswa yang sudah diusir dari tempat tinggal atau kost mereka.

Mirisnya lagi, untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka di luar negeri, beberapa mahasiswa terpaksa bekerja sampai larut malam.

Hal ini terungkap dalam Rapat Kerja Pansus Beasiswa DPR Papua bersama dengan Forum Komunikasi Orang Tua Mahasiswa dan mahasiswa penerima beasiswa melalui zoom meeting di Hotel Mercure, Kota Jayapura, Rabu, 22 November 2023.

Kenan, salah seorang mahasiswa yang kuliah di luar negeri, melalui zoom meeting ii mengungkapkan kesulitan yang dialami dirinya dan mahasiswa lain di luar negeri lantaran belum ada pembayaran biaya studi maupun living cost untuk Juli – Desember 2023.

Bahkan, kini ratusan mahasiswa itu sudah mendapatkan peringatan dari kampus mereka kuliah maupun pemilik tempat tinggal mereka.

“Jadi, teman teman ini kini banyak menghadapi permasalahan serius, karena teman teman sudah harus mendaftar semester dimulai Januari 2024. Nah, ini kita mau daftar, tapi pihak kampus bilang kalian tidak bisa daftar dan kalian harus membayar hutang hutang kalian. Kalau sudah dilunasi baru kalian bisa daftar. Nah, konsekuensinya teman teman tidak bisa mengikuti semester selanjutnya dan mereka akan deportasi kita pulang ke Indonesia atau mereka tinggalkan Amerika untuk sementara pulang ke Papua, bukan hanya teman teman di Utah, tapi juga di Alabama, Amerika dan negara lain seperti Australia dan New Zealand sama seperti itu karena tunggakan belum dibayar,” katanya.

Senada diungkapkan salah seorang mahasiswa dalam pertemuan lewat zoom itu bahwa ia juga mengalami kendala dan diberi peringatan keras dari kampus mereka untuk segera melakukan pembayaran studi mereka.

“Kami ada lima orang diberikan peringatan melalui email per 1 November dan deadline 20 November, itu sudah lewat. Jika belum ada pembayaran selama 15 hari, maka pihak kampus akan melakukan kena biaya tambahan. Diakhir email itu, jika kita tidak melakukan pembayaran 1 tahun tidak dipenuhi, maka semester depan kita tidak bisa melanjutkan kuliah lagi,” kata salah seorang mahasiswa Papua di Amerika.

“Kita di USA dan Kanada butuh garanti letter, karena sampai sekarang kita masih banyak sekali belum bisa daftar kita punya kelas di semester depan. Terus banyak sekali yang akan lulus di semester ini dan semester depan, karena semester depan kita punya urusan itu, jika tidak maka kita harus tunggu 1 tahun lagi untuk ambil kelas itu. Bahkan, kemungkinan banyak yang tidak lulus di semester depan, padahal kita sudah memenuhi kredit kredit,” kata mahasiswa lainnya.

“Banyak juga yang terancam di DO dan kita punya uang saku dan lainnya itu. Ada 2 teman yang sudah dipulangkan, karena tidak bayar uang kuliah,” sambungnya.

Salah seorang mahasiswa di Amerika juga mengeluhkan lantaran menghadapi permasalahan yakni NIK nya diterbitkan di Timika, namun ia pindah ke Biak pada tahun 2010, sehingga ia domisili di Biak.

“Dari pihak BPSDM mempermasalahkan karena mereka pakai NIK itu diterbitkan. Mereka menolak saya punya data semua untuk uang saku. Saya sempat tanya, kenapa uang saku belum masuk sampai sekarang jawaban yang dikasih tidak memberikan solusi, karena dianggap masuk Papua Tengah,” katanya.

Kenan berharap Pemerintah Provinsi Papua untuk segera menyelesaikan tunggakan pembayaran kepada seluruh mahasiswa Papua di luar negeri itu.

“Kami minta bantuan untuk mengatasi masalah ini. Bahkan, melalui KBRI dan Kemenlu. Lalu, pihak Kemenlu menghubungi pihak pihak di provinsi, kadang tidak direspon juga. Kadang kita kontak ke BPSDM, tapi mereka sampaikan bahwa bukan kami yang urus atau mereka sampaikan mereka masih menunggu. Jadi, kami ini bingung karena tidak ada kejelasan untuk kami,” ungkapnya.

“Kami harap berikan kami kejelasan dan siapa yang akan mengurus kami selanjutnya. Apalagi, masalah waktu ini kami tidak bisa menunggu, karena pihak kampus tidak mau pusing dengan hal itu. Mereka kasih waktu sekian, kalau tidak ditepati ya pasti kami harus menanggung akibatnya. Jadi, ini susah sekali karena mereka tegas, karena rata rata dalam bulan Desember 2023,” imbuh Kenan.

Sementara itu, Ketua Forum Orang Tua Mahasiswa, Jhon Reba mengakui jika memang pihaknya mendapatkan keluhan dari mahasiswa yang kuliah di luar negeri tersebut, terutama belum dibayarnya beasiswa mereka pada  Juli – Desember 2023.

“Pemerintah harus segera menyelesaikan biaya kuliah terutama periode Juli  – Desember 2023. Karena, hari ini mereka kuliah, tapi kuliah dengan menunggak,terutama mahasiswa di luar negeri. Itu ada 500 mahasiswa dari Provinsi Papua yang kuliah di luar negeri itu mereka kuliah dengan hutang, sehingga pemerintah harus segera bayar, karena jika tidak konsekuensi menunggu mereka,” katanya.

Menurutnya, konsekuensi dari belum membayar itu, mereka bisa saja masih bisa ikut ujian semester, namun ketika selesai ujian semester, mereka kemungkinan bisa saja dideportasi pulang ke Indonesia. Sebab, semester fuol tidak dibayarkan, mereka tidak bisa mendaftar untuk semester sprint.

“Jadi, ancaman sudah menunggu mereka. Begitu pula anak anak kita yang kuliah di dalam negeri, itu biaya kuliah mereka untuk semester ini tidak dibayarkan, maka mereka ada yang sudah terancam tidak bisa mengikuti ujian semester, bahkan ada yang sudah di DO oleh kampus mereka. Jadi, itu poin pertama yang harus diselesaikan pemerintah,” ungkapnya.

Kedua, lanjut Jhon Reba, jaminan pembiayaan untuk tahun 2024 harus diberikan kepada 16 mahasiswa untuk melanjutkan studi di awal tahun 2024, tetapi juga semua mahasiswa yang kulia di luar negeri finansial garansi dari pemerintah masing-masing provinsi harus segera dikeluarkan. Kerena finansial garansi yang mereka pegang akan berakhir di 31 Desember 2023.

“Saya berpesan Pemerintah harus serius mengurus Pendidikan dari anak-anak kita, karena kalau sampai pendidikan ini tidak diurus dengan baik. Maka ini akan menjadi preseden buruk kepercayaan dari masyarakat terhadap implementasi Otsus Papua, karena program ini bisa jalan karena ada Otsus. Jika program ini gagal, itu bisa memberikan indikasi bahwa Otsus di Papua gagal,” tandasnya.

“Jika Pemerintah abaikan juga, maka langkah terakhir kami tempuh adalah kami akan membawakan Pemerintah ke pengadilan umum berdasarkan kesepakatan kesepakatan yang dibuat oleh kepala daerah dengan pemerintah pusat,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua Pansus Beasiswa DPR Papua, Fauzun Nihayah mengakui rapat ini digelar lantaran Forum Orang Tua Mahasiswa menyurati Ketua DPR Papua terkait dengan kekurangan pembayaran pada Juli hingga Desember 2023.

“Jadi intinya masih banyak masalah terkait pembiayaan dari Juli sampai Desember 2023, belum ada kepastian sampai sekarang,” katanya.

Soal keluhan deadline waktu yang diberikan kampus kepada para mahasiswa itu untuk segera membayar, Fauzun mengatakan, mestinya hal itu harus menjadi perhatian bersama, sehingga selaku Ketua Pansus meminta Pemprov Papua untuk memikirkan anak-anak yang kuliah di luar negeri itu.

“Ini harus segera dicarikan solusi. Sebab, mahasiswa sudah diberikan peringatan dari kampus dan tempat tinggal atau kost mereka. Bahkan, ada terpaksa ada mahasiswa yang bekerja sampai jam 12 malam, siangnya baru kuliah untuk menutupi biaya hidup mereka,” katanya.

Terkait masalah itu, Fauzun mengaku Pansus Beasiswa DPR Papua akan segera mengundang Pj Gubernur dan BPSDM serta pihak pihak terkait dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi mahasiswa penerima Beasiswa Papua Unggul tersebut.

Sekadar diketahui, rapat ini dipimpin langsung oleh Ketua Pansus Beasiswa DPR Papua, Fauzun Nihayah, didampingi Wakil Ketua Pansus Jhon NR Gobai, Anggota Pansus, Nathan Pahabol, Jimmy Biniluk, Yosias Busup, Herlin Beatrix Monim, Yonas Alfons Nussi dan Deki Nawipa serta Sekretaris DPR Papua, Dr Juliana J Waromi, SE, MSi. (bat)

J

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *