Pembangunan Bak Penampungan Air BWS Papua di Waena Disebut Ahli Tidak Prosedur

Suasana sidang gugatan terhadap BWS Papua yang dilakukan ahli waris alm Rachmat Effendi atas tanah yang digunakan untuk pembangunan bak penampungan air di Waena, Senin, 8 Januari 2023.
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Sidang perdata terkait gugatan terhadap dugaan penyerobotan lahan milik almarhum Rahmat Efendi di Waena, Kota Jayapura, yang diduga dilakukan Balai Wilayah Sungai (BWS) Provinsi Papua dengan melakukan pembangunan intake atau bak penampungan air, berlanjut di Pengadilan Negeri Jayapura, Senin, 8 Oktober 2023.

Dalam sidang yang dipimpin langsung Ketua Majelis Hakim Ronald Lauterboom, SH, MH didampingi hakim angota, Wempi Duka, SH, MH dan Roberto Naibaho, SH, MH ini, Yulianto, SH, MH selaku kuasa hukum penggugat Arief Efendi menghadirkan saksi Bakhri Beddu, staf dari salah satu kantor notaris dan saksi ahli pembebasan lahan untuk kepentingan umum Robby Oksa Cornelly.

Menariknya, dalam sidang dengan agenda pemeriksaan saksi ini, diketahui pembangunan intake atau bak penampungan air yang dilakukan BWS Papua di lahan milik alm Rahmat Efendi itu, tidak melalui prosedur alias kurang tepat.

“Menurut saya langkah langkah dalam pembangunan intake atau bak penampungan air di lahan itu kurang pas,” tegas Robby Oksa Cornelly, Saksi Ahli Pengadaan Tahan untuk Kepentingan Umum dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).

Sebab, kata Robby, tidak ada tahapan tahapan yang sebelumnya dilakukan oleh BWS Papua sesuai dengan regulasi yakni tahap 1 perencanaan, tahap 2 persiapan, tahap 3 pelaksanaan dan tahap 4 penyerahan hasil.

“Jadi, saya bisa katakan bahwa itu kurang tepat. Karena tidak boleh diberikan pembayaran ganti kerugian tanah sebelum dilakukan penilaian aset oleh penilai dari KJPP yang bekerja berdasarkan permintaan dari BPN. Nah, pada tahap 3 pelaksanaan pembangunan intake atau bak penampungan air itu wajib melibatkan BPN,” tandasnya.

Untuk itu, imbuh Robby, pembangunan intake atau bak penampungan air yang dilakukan oleh BWS Papua di lahan milik alm Rahmat Efendi itu tidak tepat dan menyalahi prosedur.

Sementara itu, saksi Bakhri Beddu kepada majelis hakim menerangkan bahwa keabsahan SHM Nomor 00629/Waena milik alm Rahmat Efendi. “Saya mengetahui sertifikat tanah itu ketika alm mengurus kredit melalui kantor notaris tempat saya bekerja,” imbuhnya.

Usai sidang, Yulianto, SH, MH selaku Kuasa hukum penggugat Arief Efendi, menegaskan bahwa dari keterangan saksi ahli diketahui bahwa tanah itu pembebasan lahannya tidak sesuai dengan prosedur pembebasan lahan.

“Disitu ada double kepemilikan. Harusnya stop begitu diketahui ada double kepemilikan, karena BPN itu mengecek. Saksi saya dari staf notaris, diketahui alm Rahmat Efendi pemilik lahan itu, membenarkan bahwa sertifikat itu digunakan untuk mengagunkan untuk kredit bank. Begitu dicek, tidak ada masalah kepemilikan tanah itu sah milik klein kami,” katanya.

Soal pembayaran ganti rugi dalam pembangunan intake atau bak penampungan air di lahan itu diberikan kepada orang lain, yang belakangan diketahui nilainya mencapai Rp 1 miliar lebih itu? Yulianto menegaskan jika hal itu salah.

“Dari pihak BWS Papua kesalahannya disitu. Penyerobotannya kena. Dugaan tindak korupsi juga kena. Karena itu terjadi salah bayar atau total lost. Untuk itu, saya akan laporkan kasus ini ke Kejaksaan Negeri Jayapura atas dugaan korupsi akibat salah bayar atau total lost tersebut. Yang kami laporkan adalah Kepala BWS Papua dan PPK, pada jaman itu siapa yang membayar tanah tersebut,” pungkas Yulianto, pendiri kantor advokat Papua Justice & Peace ini.

Sekadar diketahui, gugatan perbuatan melawan hukum yang dilayangkan Menteri PUPR Cq Dirjen Sumber Daya Air, Cq Balai Wilayah Sungai (BWS) Papua itu dilakukan ahli waris dari alm Rahmat Efendi yakni Ny Sianita Sofian, Roy Effendi, Arief Effendi dan Riswan Effendi melalui kuasa hukumnya Yulianto, SH, MH.

Sebab, tanah yang sudah 30 tahun dimiliki alm Rahmat Effendi seluas 4 hektar di Kelurahan Waena, Heram, Kota Jayapura itu, diketahui pada 2019 ternyata diatas lahan itu, dibangun intake atau bak penampungan air oleh BWS Papua.

Padahal, diketahui objek sengketa tersebut, asal-muasalnya diperoleh penggugat dengan dasar jual-beli antara Yeremias Modouw dengan alm Rachmat Effendi sebagaimana bukti kuitansi penerimaan uang yang telah diterima Yeremias Modouw untuk pembayaran sebidang tanah yang terletak di Desa Waena, Kecamatan Sentani, seluas 40.000 M2 sebesar Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) tertanggal April 1991.

Sejak diterbitkannya objek sengketa tersebut (kurang lebih 31 tahun lamanya), tidak pernah ada pihak lain yang mengajukan keberatan dan penguasaan tanah objek sengketa berada pada Para Penggugat sampai pada suatu Ketika pada tahun 2019 ibu Letri dari pihak Tergugat datang kepada Penggugat III bercerita bahwa Tergugat akan membangun Bak Penampungan Air di objek sengketa. Dan untuk mengetahui letak pembangunan Bak Penampungan Air, maka Para Penggugat akan mengajukan permohonan pengembalian batas ke Kantor Pertanahan Kota Jayapura.

Pada Desember tahun 2022, ketika Para Penggugat mengajukan surat permohonan pengembalian batas ke Kantor Pertanahan Kota Jayapura dan dari hasil pengukuran diketahui bahwa di dalam areal tanah Para Penggugat yang sangat strategis dan mempunyai nilai ekonomi tinggi ternyata telah dibangun Bak Penampungan Air oleh Tergugat yang luasnya yaitu 2752 M2. Akibat dari pembangunan Bak Penampungan Air tersebut maka objek sengketa tidak strategis lagi.

Kemudian, pada Maret tahun 2023 terhadap permasalahan ini Para Penggugat meminta mediasi di Polsek Heram untuk penyelesaiannya dan pihak Polsek Heram mempertemukan pihak-pihak yaitu dari Tergugat, pihak Kantor Pertanahan Kota Jayapura dan Para Penggugat. Selanjutnya pihak Kepolisian memberikan arahan. Dalam pertemuan tersebut Tergugat mengakui sertipikat tidak bisa diterbitkan dikarenakan Bak Penampungan Air yang dibangun Tergugat berada diatas objek sengketa yang telah bersertipikat yaitu Sertipikat Hak Milik Nomor: 00629/Waena atas nama Pemegang Hak Rachmat Effendi. Dan pihak Kantor Pertanahan Kota Jayapura mengakui telah mengambil foto satelit atas objek sengketa dan memang benar Bak Penampungan Air masuk dalam tanah milik Para Penggugat.

Terhadap perbuatan Tergugat yang telah membangun Bak Penampungan Air di atas tanah Para Penggugat, adalah merupakan penguasaan secara tidak sah dan melawan hukum. Oleh karenanya Para Penggugat telah menegur Tergugat dengan memberikan Surat Somasi Nomor: 12/G-YSB/III/2023 tanggal 31 Maret 2023 yang isinya agar Tergugat membayar ganti rugi kepada Penggugat atas tanah yang telah digunakan pembangunan Bak Penampungan Air Tergugat namun Tergugat tidak mau memberikan ganti rugi.

Bahwa dikarenakan tidak ada penyelesaian atas penguasaan secara tidak sah dan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat tersebut, maka Para Penggugat memberi peringatan dan menegur kembali dengan surat somasi nomor 12/G YSB/III/2023 tanggal 31 Maret 2023 yang isinya agar tergugat segera membayar ganti rugi kepada penggugat atas tanah yang digunakan pembangunan bak penampungan air tergugat, namun tergugat tidak mau memberikan ganti rugi.

Dikarenakan tidak ada penyelesaian atas penguasaan secara tidak sah dan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat, tersebut maka Para Penggugat memberi peringatan dan menegur kembali dengan surat somasi nomor : 091/SOMASI/Y&A/VI/2023 tanggal 9 Juni 2023 dan surat Somasi ke-2 (Dua) nomor: 095/SOMASI/Y&A/VI/2023 tanggal 27 Juni 2023 yang isinya meminta Tergugat melakukan penyelesaian terhadap sebagian tanah Para Penggugat yang telah dibangun Bak Penampungan Air oleh Tergugat. Akan tetapi tidak ada penyelesaian hingga gugatan ini diajukan ke Pengadilan.

Bahwa oleh karena perbuatan tergugat tersebut menimbulkan kerugian bagi para penggugat sebagai pemilik sah atas objek sengketa, sehingga berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi; “Tiap Perbuatan yang melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Bahwa kerugian materiil yang dialami oleh Para Penggugat atas tindakan dan perbuatan melawan hukum dari Tergugat tersebut sebagaimana dalam posita nomor 8 di atas adalah sebesar Rp 16.060.000.000 (enam belas milyar enam puluh juta rupiah), dengan rincian yakni Hilangnya penguasaan tanah milik Penggugat seluas 2752 M2 x harga tanah Rp 5.000.000,- per meter persegi atau sama dengan Rp 13.760.000.000.

Hilangnya kemungkinan keuntungan untuk usaha showroom mobil yang sedianya akan dibangun di lokasi tanah milik Penggugat sebesar Rp 2.000.000.000. Biaya Pengurusan tanah dan perkara yang sudah dikeluarkan Penggugat sebesar Rp 300.000.000. Jumlah kerugian materiil yaitu sebesar Rp 16.060.000.000.

Selain dari kerugian materil tersebut di atas, Penggugat juga mengalami kerugian Immaterial yaitu hilangnya kepercayaan dari calon pembeli mobil dan para kolega bisnis lainnya yang tidak dapat dinilai dengan uang tetapi untuk mempermudah penghitungan, kerugian imateriil tersebut dihargai sebesar Rp 5 miliar. Jumlah kerugian materiil dan immateriil yang diderita penggugat seluruhnya sebesar Rp 21,06 miliar. (bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *