Terima Kunjungan Dubes Australia, Ketua DPR Papua Sempat Tanyakan Penanganan Masyarakat Aborigin

Ketua DPR Papua Jhony Banua Rouw, SE menerima Dubes Australia untuk Indonesia, HE Penny Williams bersama staf di ruang kerjanya, Senin,26 Februari 2024.
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Ketua DPR Papua Jhony Banua Rouw, SE menerima kunjungan Duta Besar Australia untuk Indonesia, HE Penny Williams bersama rombongan di ruang kerjanya, Senin, 26 Februari 2024.

Dalam kunjungan ini, Duta Besar Australia Penny Williams didampingi Counsellor Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Hannah Derwent, Counsellor Bidang Politik, Julian Bowen, Sekretaris II Bidang Politik, Georgina Lupson dan Staf Bidang Politik Ario Yudhoatmojo.

Usai pertemuan, Ketua DPR Papua, Jhoni Banua Rouw mengakui jika pertemuan dengan Dubes Australia ini, tidak menyinggung terkait situasi keamanan di Papua maupun soal penyanderaan pilot. Namun, mereka menyampaikan program-program kerjasama Pemerintah Australia dengan Pemerintah RI terutama Kementerian Keuangan yang sudah berjalan beberapa tahun di Papua.

“Mereka menanyakan terkait program yang mereka lakukan kepada kami terutama program dalam rangka memberikan penguatan kepada ASN dalam pengelolaan keuangan, perencanaan dan pembiyaan. Itu sudah dilakukan dan mereka ingin mendapatkan masukan, termasuk beberapa program yang sudah dilakukan, terutama pendampingan pendampingan,” ungkap Jhony Banua Rouw.

Dari diskusi itu, Jhony menjelaskan bahwa ada beberapa hal menonjol yakni di Papua ada dua kelompok masyarakat yang berbeda, yakni pertama kelompok masyarakat yang ada di kampung kampung yang susah akses, baik transport maupun telekomunikasi itu masih sangat banyak. Tentu saja, hal ini berbeda dalam pelayanannya tertama bidang pendidikan dan kesehatan yang menjadi fokus, dengan menyiapkan tenaga guru dan medis yang betul betul mau tinggal di kampung.

Kedua, kelompok masyarakat yang ada di kabupaten/kota yang sudah mudah akses, sehingga penaganannya juga berbeda, sehingga fokusnya pada penguatan ekonomi agar orang Papua yang ada di daerah yang mudah aksesnya ini, bisa melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi yang menghasilkan pendapatan bagi mereka dan mereka bisa merasakan pembangunan.

“Dengan adanya Otsus itu, orang asli Papua merasakan bahwa Otsus itu ada, sehingga tidak hanya menjadi penonton tetapi ikut mengambil bagian dan merasakan manfaatnya, misalnya pembangunan jalan, gedung dan lainnya, tapi berdampak pada kesejahteraan. Mereka bisa diberikan pendampingan dan modal, agar mereka bisa berusaha, dan usaha itu harus dikawal dan diproteksi atau ada affirmasi karena dengan adanya dana Otsus di Papua mestinya ada perputaran uang yang harus dirasakan manfaatnya bagi orang asli Papua,” katanya.

Menurutnya, jika ekonomi orang asli Papua semakin membaik, maka otomatis mereka akan dapat mengakses pendidikan dan layanan kesehatan yang lebih baik.

Atas program-program yang dilaksanakan di Papua oleh pemerintah Australia bekerjasama dengan Pemeirntah RI, Jhony mengapresiasi hal itu dalam membantu di Papua. Apalagi, ada program yang sudah berjalan dalam beberapa tahun terakhir ini.

Dijelaskan, program yang dijalankan program kemitraan Australia-Indonesia di Papua saat ini bernama SKALA. Program SKALA merupakan sebuah program kerjasama dari kedutaan Australia yang bertujuan untuk mendukung Indonesia mengurangi tingkat kemiskinan serta kesenjangan antar daerah melalui penguatan efisiensi dan efektivitas kebijakan tata kelola desentralisasi.

Sedangkan, program lain yang sudah berjalan di Papua dalam beberapa tahun terakhir ini, yakni PRISMA yakni kemitraan inovatif antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia untuk menumbuhkan pasar pertanian di pedesaan Indonesia. Tujuan strategis adalah untuk mengatasi ketahanan pangan dan kemiskinan dengan membuat pasar pedesaan lebih inklusif. Mereka melakukan ini dengan bermitra dengan bisnis dan pemerintah untuk menghilangkan hambatan pasar dan memperkenalkan inovasi produk dan produksi.

“Prisma ini, juga pendampingan kepada masyarakat dengan menyiapkan bibit unggul dan lainnya. Selain itu, ada menyiapkan pendamping di kampung kampung untuk menginput data terutama berapa orang asli Papua dan sebagainya,” ujarnya.

Dikatakan, Kedubes Australia juga ingin melakukan program pendampingan di sektor maritim atau kelautan, sebab Papua merupakan wilayah yang kaya akan hasil laut, sehingga perlu upaya pengembangan lebih lanjut.

“Untuk itu, saya mengusulkan agar dilakukan di Saereri yakni Biak, Yapen dan Waropen. Apalagi, ada perusahaan di Yapen yang sudah siap jalan, apakah kemitraan dengan pemerintah Australia karena pemerintah daerah kekurangan dalam pembiayaan, karena ada pemberdayaan masyarakat atau nelayan,” jelasnya.

Dalam pertemuan ini, Jhony Banua Rouw sempat menanyakan penanganan pemerintah Australia terhadap masyarakat Aborigin, karena menurutnya hal itu sangat penting untuk didalami sehingga pemerintah Indonesia atau Pemprov Papua tidak melakukan kebijakan yang salah.

“Saya sendiri pun ingin mendapatkan informasi dengan menanyakan kepada ibu Dubes Australia bagaimana dengan masyarakat Aborigin di Australia. Apa kiat yang dilakukan pemerintah disana. Mungkin dapat memberikan kami masukan, pandangan dan bila perlu kami belajar bagaimana penanganannya. Disampaikan bahwa Pemerintah Australia telah berjuang untuk melakukan yang terbaik, memberikan pelayanan dan kesempatan, bahkan ada suku Aborigin sudah ada yang menjadi Menteri di Australia. Itu yang kami tawarkan kepada pemerintah Australia,” ujarnya.

“Tapi ada satu kata kunci yang sangat baik didapat bahwa yang disambaikan Dubes, kita sudah lakukan, namun ada pengalaman atau kebijakan masa lalu yang dilakukan tidak tepat, sehingga itu berdampak saat ini. Saya bilang ini luka masa lalu, ibu Dubes setuju itu ada hatinya ada trauma masa lalu yang harus dihapus dua generasi karena merasakan kebijakan yang tidak tepat berdampak pada anak cucu saat ini. Nah, nanti perlu tindaklanjut apa kiat-kiatnya,” imbuhnya. (bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *