Caleg PSI Ungkap Ada Penggelembungan Suara, Laode Muhitu Sebut Diabaikan KPU dan Bawaslu

Caleg PSI Nomor Urut 1 Dapil II Papua, Laode Muhitu (Paling depan) dalam pers conference di Abepura.
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Caleg Partai Solidaritas Indonesia (PSI) nomor urut 1 Dapil II Papua, Laode Muhitu mengecam tindakan yang dilakukan oknum penyelenggara pemilu, baik KPU Papua maupun Bawaslu Papua yang dinilainya telah merugikannya dalam perhitungan suara Pemilu Legislatif.

“Saya heran, nyata nyata penggelembungan suara terjadi pada beberapa caleg ketika pleno di Hotel Grand Abe, tapi KPU Papua tidak memberikan kesempatan sama sekali kepada saksi partai politik untuk menyandingkan data. Anehnya lagi, alasan KPU karena waktu sudah habis. Padahal, yang terus menunda dan menskorsing atau mengulur waktu pleno adalah KPU sendiri, kemudian memaksa mengesahkan hasil rekapitulasi yang kita semua tahu telah menggelembung secara ugal ugalan, padahal jelas ini pelanggaran pidana pemilu,” tegas Laode Muhitu dalam pers conference di Abepura, Selasa, 25 Maret 2024.

Laode juga menyayangkan sikap Bawaslu Kota Jayapura dan Bawaslu Papua yang terkesan lemah dan terkesan membiarkan berbagai kesalahan prosedur yang terjadi dalam pleno yang diduga dilakukan oleh KPU.

Ia mencontohkan dalam pleno KPU Kota Jayapura tentang rekapitulasi perhitungan suara Distrik Jayapura Selatan, Bawaslu hanya membacakan keberatan parpol. “Harusnya, Bawaslu menilai keberatan parpol itu layak atau tidak, tapi Bawaslu malah hanya bilang diserahkan kembali ke pimpinan pleno karena waktu habis. Ini kan semua omong kosong. Mestinya, Bawaslu mengingatkan KPU ketidakefektifan waktu pleno, tandasnya.

“Kedua, kasus Operasi Tangkat Tangan (OTT) yang melibatkan oknum caleg PSI di Hotel Horison Ultima Entrop pada 14 Februari 2024 oleh Ketua Bawaslu Papua, kemudian kasus itu diblow up semua media. Kemudian kasus itu terkesan menguap alias hilang begitu saja,” sambungnya.

Lebih lanjut, jika merujuk hasil pleno Distrik Jayapura Selatan, maka pihak yang di OTT oleh Bawaslu itu, terbukti suaranya menggelembung signifikan.

“Yang di OTT itu terbukti suaranya menggelembung, bukan hanya di Jayapura Selatan, tapi suara menggelembung di Jayapura Utara. Kenapa, D hasil yang dikeluarkan PPD Jayapura Selatan yang disepakati di Hotel Grand Abe dan D Hasil itu sudah dibagikan ke semua partai. Contohnya saya mendapat 2.294 suara, teman saya mendapat 1.513 suara. Tapi pada saat pembacaan di KPU Provinsi, dia menggelembung 400 suara, sehingga suaranya menjadi 1.913 suara. Siapa yang main curang ini? KPU provinsi yang menggelembungkan suara atau PPD? Ini yang menjadi tandatanya? Tapi ini sudah terbukti dibacakan dan tidak sesuai dengan D hasil yang dibagikan ke semua parpol,” ungkapnya.

Selain itu, kata Laode Muhitu, dari hasil pembacaan KPU Papua, tidak sesuai dengan C1 di Jayapura Selatan baik salinan C1 maupun pleno tingkat distrik di Hotel Grand Tabi. Namun, KPU malah menetapkan orang yang terkena OTT itu sebagai caleg terpilih.

Yang jelas, Laode Muhitu siap menunjukkan bukti otentik baik C1 tingkat TPS, hasil salinan tingkat kelurahan maupun D hasil. “Ingat saya bisa buktikan itu mulai dari C1 maupun C hasil salinan. Apalagi, di Jayapura Selatan itu, perhitungan suara tidak pakai C1 tapi semua buka plano pakai C salinan. Jadi, buktinya jelas tidak lari satupun. Semua pakai data rekapan itu. Tapi anehnya ketika dibaca lain daripada C1 salinan. PPD malahan setelah dibaca, dua anggota PPD justru kabur dan akhirnya dijemput paksa polisi baru mereka datang, tapi baru beberapa menit ketuanya kabur lagi,” tandasnya.

Laode Muhitu menilai KPU tidak tegas, mestinya memerintahkan kepada pihak keamanan untuk menjemput paksa mereka karena hal itu akan menimbulkan kekacauan.

Terkait hal itu, Laode Muhitu akan melaporkan dugaan kecurangan itu kepada Bawaslu terkait pelanggaran itu, termasuk pidana pemilu.

“Pengacara saya sudah mulai menyusun ini untuk melaporkan terkait adanya tindak pidana pemilu ini. Saya hari sabtu kemarin sudah melaporkan ke Bawaslu atau Gakkumdu. Nanti kita buktikan di Bawaslu, ingat bukti saya sangat jelas. Padahal, dalam pleno sebelumnya, semua partai sudah tahu yang unggul suara saya, namun yang terkena OTT justru lolos. Jelas jelas sudah terkena OTT dan terbukti terindikasi menggelembungkan suara,” katanya.

“Mari kita sanding data. Saya punya lengkap C1 per TPS, C1 salinan dan D hasil. D Hasil Jayapura Utara 1.513, itu semua partai terima. Saya 2.294, tiba di KPU provinsi dibaca 1.919. Dia di pleno Grand Abe maupun di Mercure 1.513 suara, setelah pleno di KPU Provinsi selaku KPU Kota Jayapura dibaca beda, yakni menjadi 1.913 suara. di Jayapura Selatan, dia mendapat 1.352 suara dari C1 plano, pertanyaannya Bawaslu mengaku tidak punya data.,” sambungnya.

Atas kejadian itu, Laode Muhitu menilai jika terjadinya dugaan pelanggaran pemilu itu, dilakukan secara terstruktur. “Ini buka kotak semua di Jayapura Selatan. Dan hasilnya otentik jelas, saya dapat 1.352 suara, rival saya 1.362 suara. Tapi ketika dibaca oleh provinsi, berubah menjadi 2000 lebih, dia kasih nai 939 suara. Suara saya dikurangi 40. Saksi dia minta dibandingkan data, tapi tidak diberikan waktu, dengan alasan waktu sudah habis,” imbuhnya. (bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *