Keterlibatan Masyarakat Adat dalam KMAN VI Disoroti

Ketua LSM Papua Bangkit, Hengky H Jokhu.
banner 120x600

SENTANI, Papuaterkini.com – Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) VI tahun 2022 Papua yang akan berlangsung di Wilayah Tabi, Kabupaten Jayapura, pada 24-30 Oktober 2022,  masih memunculkan sejumlah persoalan.

Salah satunya adalah minimnya peran dan keterlibatan Masyarakat Adat Tabi khususnya Bhuyakha (Sentani) dalam pelaksanaan kongres adat tersebut di Bumi Khenambay Umbay nanti, sehingga menjadi sorotan. Peran dan keterlibatan masyarakat adat harus secara maksimal dalam pelaksanaan KMAN VI 2022.

Ketua LSM Papua Bangkit, Ir Hengky H Jokhu berharap adanya peran dan keterlibatan masyarakat adat secara maksimal, bukan sebaliknya lebih banyak dikerjakan oleh pemerintah daerah yang mengambil peran tersebut.

Ia mencontohkan, pada saat pelaksanaan Kongres AMAN V sebelumnya di Medan, Sumatera Utara itu lebih banyak melibatkan masyarakat adat.

Baca Juga : Jelang KMAN VI, Panitia Lokal Gelar Rakor Pemantapan

“Disini justru lebih banyak peran pemerintah dan ini salah. Pemerintah daerah hanya menjalankan fungsi fasilitator dan regulator, seluruh anggaran dan kebijakannya harus diberikan kepada masyarakat adat. Disini ada masyarakat adat dan mereka sudah sangat paham apa yang harus dikerjakan,” kata Hengky Jokhu, Selasa, 30 Agustus 2022.

Menurutnya, masyarakat adat sudah seharusnya diberikan peran dan partisipasi yang lebih besar. Pelaksanaan KMAN VI di Kabupaten Jayapura harus menghasilkan sebuah deklarasi yang mengatur porsi, posisi dan partisipasi, khususnya para pemangku kepentingan adat (Ondofolo/Kepala Suku) dalam seluruh proses pembangunan atau percepatan pembangunan di tanah Papua (Papua dan Papua Barat).

“Sepanjang 20 tahun perjalanan Otsus, Pemerintah Pusat sudah mengeluarkan tiga Inpres (Inpres Nomor 5 tahun 2007, Inpres Nomor 9 tahun 2017 dan Inpres Nomor 9 tahun 2020) tentang percepatan pembangunan masyarakat Papua. Tetapi, peran masyarakat adat sama sekali tidak ada, justru mereka tereliminir, termarjinalisasi dan tetap menjadi penonton di atas negerinya sendiri,” tandasnya.

Untuk itu, imbuhnya, deklarasi ini sangat penting, sehingga posisi masyarakat adat menjadi jelas dalam proses pembangunan. Kebijakan pemerintah daerah lewat eksekutif dan legislatif harus berani mengambil kebijakan untuk melahirkan sebuah Deklarasi Sentani melalui Kongres AMAN VI 2022.

Dikatakannya, DPRD sebagai lembaga yang memiliki fungsi kontrol harus berani mengawasi dan bila perlu membentuk tim audit terkait kinerja pemerintah daerah.

“Kita harus jujur mengakui dalam 10 tahun banyak juga kegagalan pembangunan, infrastruktur, perekonomian, pemberdayaan masyarakat seperti apa? Akses pembangunan antar distrik seperti apa? Infrastuktur dasar yang sudah dibangun seperti apa?. Oleh karena itu, legislatif dalam hal ini DPR Kabupaten Jayapura harus menjawab ini,” paparnya.

Selain itu, Hengky menambahkan, jika masyarakat adat dan LSM nantinya akan membentuk sebuah wadah untuk mengkritisi persoalan-persoalan ini.

Ia mengingatkan jika kondisi ini akan mempengaruhi popularitas Mathius Awoitauw sebagai seorang Bupati Jayapura untuk menuju 01 Papua (Gubernur Papua).

Sementara itu, Ketua Gerakan Pemuda Jayapura (Gapura) Jack Judzoon Puraro mempertanyakan bagaimana bicara tentang adat, tetapi hak-hak masyarakat adat masih termarjinalisasi dan tidak pernah diselesaikan dengan baik.

“Bicara kampung adat sampai kodefikasi sudah keluar, tapi hak-hak masyarakat adat itu tidak pernah selesai sampai hari ini. Contohnya, persoalan jalan alternatif dan kami pemilik lokasi wisata Pantai Kalkothe belum diselesaikan hak ulayat kami. Jadi bicara Kongres AMAN, tetapi hak-hak kami masyarakat adat belum diamankan sepenuhnya,” tegas Jack Puraro.

Ia mempertanyakan, apa yang agenda adat akan dibicarakan dalam Kongres AMAN ini jika hak-hak dasar masyarakat adat belum diselesaikan, karena itu masalah sesungguhnya masih sangat banyak yang harus diselesaikan.

Karena itu, Jack Puraro berharap Bupati Jayapura Mathius Awoitauw menyelesaikan PR menyelesaikan seluruh hak-hak masyarakat adat sebelum pelaksanaan Kongres AMAN, paling dalam 2 bulan terakhir masa jabatan bupati.

“Bulan September ini kami minta hak-hak kami masyarakat adat untuk diselesaikan. Jika ini berjalan baik, maka perjalanan beliau ke depan bisa diridhoi dan mendapat dukungan masyarakat adat, itu catatan buat Bupati Jayapura Mathius Awoitauw,” pungkasnya. (irf)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *