Rencana Susun Raperda Proteksi Pengusaha OAP, Komisi IV DPR Papua Gelar Raker Bersama Mitra

Foto bersama Ketua Komisi IV DPR Papua, Herlin Beatrix Monim, SE bersama anggota Komisi IV DPR Papua, mitra OPD dan Pengurus Gapensi Papua dan Inkindo Papua usai rapat bersama di Hotel Horison Kota Jayapura, Rabu, 3 Agustus 2022.
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini – Dalam upaya membahas rencana penyusunan rancangan peraturan daerah (Raperda) dalam upaya memproteksi pengusaha Orang Asli Papua (OAP), Komisi IV DPR Papua menggelar rapat kerja bersama mitra di Hotel Horison Kota Jayapura, Rabu, 3 Agustus 2022.

Rapat kerja itu, melibatkan mitra kerja diantaranya Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Papua dan Dinas PUPR Provinsi Papua. Bahkan, Komisi IV DPR Papua melibatkan pengusaha yang tergabung BPD Gapensi Provinsi Papua dan DPD Inkindo Provinsi Papua.

Rapat kerja ini, dipimpin langsung Ketua Komisi IV DPR Papua Herlin Beatrix Monim, SE dan dihadiri Anggota Komisi IV DPR Papua, antara lain : Boy Markus Dawir, Herman Yogobi, Apiniel Sani, Mathea Mamoyou dan Timotius Wakur.

Usai raker, Ketua Komisi IV DPR Papua, Herlin Beatrix Monim mengakui banyak aspirasi dari para pengusaha terutama pengusaha OAP yang mengeluh kesulitan mengakses atau mendapatkan pekerjaan atau kegiatan, baik mendapatkan informasi jenis pekerjaan dilakukan OPD dan mendapatkan kesempatan pekerjaan dari OPD.

“Dari aspirasi itu, kami memang punya kewenangan dalam kaitan tufoksi yakni budjeting membahas dan menyetujui dalam penganggaran. Namun, tidak bisa menentukan pekerjaan, namun kita punya fungsi fungsi menolong mereka mendapatkan kesempatan melalui fungsi legislasi,” kata Beatrix Monim.

Untuk itu, Komisi IV DPR Papua berencana untuk menyusun raperda untuk memproteksi para pengusaha OAP itu, dengan regulasi secara umum seperti Pergub Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pengadaan Barang/Jasa di Papua dalam Rangka Memperdayakan Pengusaha Lokal yang mengatur klasifikasi tender Rp 1 miliar – Rp 2,5 miliar bisa penunjukan langsung.

Hanya saja, meski Pergub itu sudah ada, tetapi dalam implementasinya mungkin OPD tidak seluruhnya melaksanakan itu, lantaran ada regulasi-regulasi lain yang perlu dibuat agar mereka lebih leluasa menterjemahkan pergub itu.

“Sebenarnya selama belum ada peraturan daerah, maka Pergub itu menjadi dasar hukum yang kuat. Nah, kemudian kita akan membuat payung hukum diatasnya, peraturan daerah. Karena peraturan daerah belum ada, maka Pergub dikeluarkan sebagai turunan dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 17 Tahun 2019 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah untuk Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat,” jelasnya.

Untuk itu, lanjut Beatrix Monim, Pergub Nomor 14 Tahun 2019 itu diperkuat dengan peraturan daerah yang bisa memback up seluruhnya pengusaha OAP, tidak hanya pengusaha jasa kontruksi, tetapi peraturan daerah bisa meluas terkait pengadaan barang dan jasa baik konstruksi maupun kegiatan jasa lainnya.

“Nah, untuk itu kita mulai duduk membicarakan itu. Ini embrio awal untuk kita membangun. Memang pada saat ini, DPR Papua masuk dalam masa pembahasan raperda non APBD, namun kita melihat hal ini peluang bahwa di tahun depan kita dapat mengusulkan sebagai usul inisiatif masuk pada propemperda,” ujarnya.

Dikatakan, Komisi IV DPR Papua menginginkan agar bisa menghasilkan suatu peraturan daerah yang bisa bermanfaat bagi pengusaha OAP, yang merupakan harapan dari pengusaha OAP agar mereka lebih diproteksi lagi.

Sebab, ada banyak hal yang harus diproteksi, seperti syarat mengikuti tender sehingga pengusaha OAP mereka berharap agar dibuat suatu regulasi yang lebih khusus lagi yang tidak memberat mereka. “Tentu ini butuh pembahasan yang panjang. Saya pikir ini waktu yang tepat, kita masih punya waktu 6 bulan untuk masuk ke tahun depan untuk berdiskusi,” katanya.

Untuk itu, Komisi IV DPR Papua mendengarkan semua pihak baik mitra OPD sebagai pengguna dan penerima manfaat atau pengusaha duduk bersama. “Ya, mungkin dinas bilang itu pengusaha OAP tidak punya kemampuan, kita dudukkan. Nah, ternyata bukan itu masalahnya. Mereka bilang perlu lagi regulasi yang lebih kuat agar mereka lebih leluasa. Sebenarnya Pergub itu sudah kuat, tetapi kita mau tidak hanya sampai di teman-teman jasa konstruksi, tapi ada jasa yang lain,” paparnya.

Apalagi, imbuhnya, dengan ditetapkan tiga DOB di Papua, tentu pengusaha OAP itu akan terbagi nantinya, sehingga diharapkan regulasi atau perda itu bisa menjadi payung hukum atau memproteksi pengusaha di Papua, tetapi juga diharapkan bisa digunakan di provinsi baru nanti untuk menjadi cantolan dalam menyusun regulasi di sana.

“Sebab, ini sangat penting sekali. Dari turunan Perpres 17 tahun 2019 itu, kita belum ada peraturan daerah. Maka, secara khusus kami Komisi IV DPR Papua berinisiatif kita dapat mengusulkan sebagai usul inisiatif di tahun yang akan datang,” pungkasnya. (bat)

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *