Angka Buta Aksara di Papua Capai 21,9 Persen, Ini Catatan Anggota DPR Papua

Anggota DPR Papua, Natan Pahabol foto bersama kelompok binaannya, yakni tutor untuk pemberantasan buta aksara di Suku Yali Angguruk Kab Yahukimo wilayah GKI. (Natan Pahabol for Papuaterkini.com)
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com –  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengungkap jika angka buta aksara di Indonesia sebesar 1,78 persen. Sementara itu, tingkat buta aksara di Provinsi Papua masih mencapai 21,9 persen.

Anggota Komisi V DPR Papua, Natan Pahabol menilai jika angka buta aksara di Provinsi Papua tercatat tertinggi di Indonesia. “Ini artinya bahwa lebih dari 800.000 atau hampir satu juta dari 3,7 juta penduduk total penduduk di Papua ini masih tergolong buta aksara,” kata Natan Pahabol, akhir pekan kemarin.

Natan meminta semua pihak tidak mempersalahkan dalam tingginya buta aksara di Bumi Cenderawasih. “Jika 21,9% ini masih tergolong buta huruf ini, salah siapa ini? Kita tidak bisa mempersalahkan pemerintah, gereja, LSM atau pribadi,” ujar Natan Pahabol.

Baca Juga : Reses, Natan Pahabol: Pelayanan Kesehatan dan Pendidikan Harus Jadi Perhatian Serius

Politisi Partai Gerindra ini memberikan beberapa catatan bahwa ini menjadi perhatian semua pihaknya, misalnya pihak gereja dengan metode yaitu buku kontekstual pendekatan membentuk tutur pengasuh sekolah minggu di gereja dan pihak pemerintah dengan anggaran memfasilitasi mendukung dan juga melakukan evaluasi.

Menurutnya, dalam pengentasan buta aksara di Provinsi Papua ini, dibutuhkan kerja bersama-sama atau kolaborasi dengan semua pihak.

Sebab, Natan Pahabol menilai buta aksara di Papua cukup tinggi. lantaran budaya tulis dan budaya baca itu adalah budaya baru di Papua.

“Orang Papua ini punya budayakan budaya bicara, budaya perhitung ada budaya itu ingat di kepala atau namanya memori itu. Jadi, dalam dunia saat ini, apalagi memutuskan bahwa setiap orang harus mendapatkan hak pendidikan yang sama. Nah, ini artinya bahwa penyelenggaraan pendidikan sepenuhnya ada di pundak para kepala daerah di daerah ini seperti Bupati Walikota. Apalagi, sekarang mereka mendapatkan anggaran dana Otonomi Khusus yang besar sekali,” paparnya.

Natan berharap paling tidak, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk mengatasi melek huruf ini sangat penting sekali.

“Mengapa kita harus menggelontorkan uang untuk buta huruf dan dari perhatian serius untuk pendidikan di kampung? Karena, itu akar orang mau maju sampai sekolah setinggi apapun, jika akar itu baik bisa, tapi kalau pendidikan di kampung ini rusak hancur, maka itu sulit,” ujarnya.

“Jadi, jika dari data ini Papua menjadi milik buta huruf terbesar nomor 1 tinggal dibagi saja ke kabupaten kota, hitung saja hitungnya sederhana yaitu minta data di gereja, karena di gereja itu kan orang mati catat orang hidup catat.
Jadi kalau memang pemerintah mengalami kesulitan lebih baik catat apa minta data yang valid pihak gereja dan pemerintah tinggal mendorong dan mendukung, ini sangat penting sekali jadi suatu kabupaten kota itu sejahtera tidak hanya dilihat dari ekonomi dari kesehatan kesejahteraan itu tapi orang bisa membaca bisa menulis dan bisa berhitung,” sambungnya.

Apalagi, imbuh Natan, dalam pembangunan ini, sekarang  ada dunia oleh globalisasi maju, namun jika tidak atasi masalah buta aksara ini, maka bahaya sekali.

“Untuk itu, saya berharap kepada pemerintah daerah agar keluar dan memberikan itu kepada pihak LSM terutama gereja dan kita pemerintah ini kan tinggal mengawasi saja ya ini sangat penting sekali,” imbuhnya.(bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *