Hukrim  

Hak Tersangka Viktor Yeimo Harus Dipenuhi, KPH HAM Papua Minta Ombudsman Turun Tangan

Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay, SH, MH.
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia (KPH HAM) Papua untuk meminta Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Papua untuk menghentikan indikasi adanya dugaan tindakan mal administrasi dalam pemenuhan hak Viktor F Yeimo sebagai tersangka oleh Polda Papua.

“Penyidik pemeriksa kasus Viktor F Yeimo diduga tidak memenuhi hak tersangka sesuai perintah Pasal 23 huruf n dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun  2009,” kata Emanuel Gobay, SH, MH, Koordinator Ligitasi KPH HAM Papua dalam releasenya, Minggu, 27 Juni 2021.

Menurutnya, Viktor F Yeimo ditahan sebagai tersangka di Mako Brimob Polda Papua sejak 10 Mei 2021 sampai sekarang. Berdasarkan surat penahanan pertama selama 20 hari terhitung sejak 10 Mei 2021 sampai dengan 29 Mei 2021,  selanjutnya perpanjangan penahanan selama 40 hari terhitung sejak 30 Mei 2021 sampai dengan 8 Juli 2021.

Lebih lanjut, berdasarkan informasi yang diperoleh, berkas perkara Viktor F Yeimo telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi pada 6 Juni 2021 dan sampai saat ini masih menunggu apakah Kejaksaan Tinggi akan menaikan statusnya menjadi P-21 atau mengembalikan kepada penyidik dengan memberikan petunjuk untuk dilengkapi (P-19).

Dikatakan, sebagai tersangka yang sedang menjalani proses penahanan, seharusnya Viktor F Yeimo memiliki hak-hak yang dijamin oleh hukum sebagaimana tertera pada Pasal 50 sampai dengan Pasal 74, UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Namun demikian, Emanuel Gobay mengungkapkan, jika berdasarkan fakta di lapangan, pemenuhan hak-hak tersangka Viktor F Yeimo berhak secara Iangsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya menghubungi dan menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan perkara tersangka atau terdakwa untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan kekeluargaan sebagaimana diatur pada Pasal 61, UU Nomor 8 Tahun 1981, tersangka atau terdakwa berhak mengirim surat kepada penasihat hukumnya dan menerima surat dari penasihat hukumnya dan sanak keluarga setiap kali yang diperlukan olehnya, untuk keperluan itu bagi tersangka atau terdakwa disediakan alat tulis menulis sebagaimana diatur pada Pasal 62 ayat (1).

Selain itu, UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniawan sebagaimana diatur pada Pasal 63, namun UU Nomor 8 Tahun 1981 tidak terimplementasi secara maksimal sejak Viktor F Yeimo ditahan sampai saat ini.

Dengan melihat kondisi itu sehingga Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua selaku kuasa hukum Viktor F Yeimo melakukan beberapa upaya, diantaranya pada 12 Mei 2021, mengirimkan surat permintaan pemindahan tahanan dari rutan Mako Brimob ke rutan Polda Papua kepada Kapolda Papua.

Juga menghubungi penyidik pemeriksa dan penahan  Viktor Yeimo, menghubungi Kasi Provos Brimob Polda Papua dan menyurati Komnas HAM Republik Indonesia Perwakilan Papua dan lain-lain.

“Namun, semuanya tidak mampu mendorong petugas yang berwenang untuk mengimplementasikan hak Viktor F Yeimo selaku tersangka yang dijamin undang – undang,” tandasnya.

Untuk itu, Emanuel Gobay mempertanyakan komitmen Polda Papua dan  penyidik pemeriksa perkara dalam mengimplementasikan Pasal 50 sampai dengan Pasal 74, UU Nomor 8 Tahun 1981 atas Viktor F Yeimo selaku tersangka.

“Terlepas dari itu, melalui fakta diatas secara langsung mempertanyakan komitmen Polda Papua melalui penyidik pemeriksa perkara Viktor Yeimo menjalankan ketentuan tindakan penahanan harus senantiasa memperhatikan prinsip-prinsip dan standar Internasional HAM, salah satunya adalah para tersangka mempunyai hak untuk berhubungan dengan dunia luar, menerima kunjungan keluarga dan berbicara secara pribadi dengan penasihat hukumnya sebagaimana diatur pada pasal 23 huruf n, Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia,” paparnya.

Untuk itu, Emanuel Gobay mengatakan, jikwa sewajib Polda Papua dan penyidik pemeriksa perkara Viktor F Yeimo selaku Penyelenggara Negara berkewajiban melaksanakan tugas tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras dan golongan serta melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggungjawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur pada pasal 5 angka 5 dan angka 6, UU Nomor 28 Tahun 1999.

“Dengan berpegang pada ketentuan itu dan melihat fakta dugaan abainya pemenuhan hak-hak Viktor Yeimo sebagai tersangka sebagaimana diatur pada Pasal 50 sampai dengan pasal 74, UU Nomor 8 Tahun 1981 secara langsung menunjukkan bukti adanya dugaan tindakan mal administrasi yang dilakukan oleh Polda Papua dan penyidik pemeriksa perkara Viktor Yeimo,” ujarnya.

Dikatakan, mal administrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan sebagaimana diatur pada pasal 1 angka 3 Undang Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.

“Sesuai dengan fakta adanya dugaan tindakan mal administrasi dalam implementasi sistem peradilan pidana pada kasus Viktor Yeimo, maka sudah menjadi keharusan bagi Ombudsman RI Perwakilan Papua untuk melakukan tugas melakukan upaya pencegahan mal administrasi dalam penyelenggaraan pelayanan public sebagaimana diatur pada pasal 7 huruf g, UU Nomor 37 Tahun 2008,” paparnya.

Untuk itu, imbuhnya, Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua selaku kuasa hukum Viktor F Yeimo meminta Ketua Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Papua segera hentikan tindakan mal administrasi dalam pemenuhan hak-hak Viktor Yeimo sebagai tersangka sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 1981 dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun  2009.

KPH HAM Papua juga meminta Kapolda Papua beserta Penyidik penyidik pemeriksa perkara Viktor F Yeimo segera mengimplementasikan ketentuan para tersangka mempunyai hak untuk berhubungan dengan dunia luar, menerima kunjungan keluarga dan berbicara secara pribadi dengan penasihat hukumnya sebagaimana diatur pada pasal 23 huruf n dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun  2009.

“Kepala Irwasda Polda Papua segera memerintahkan dan mengawasi penyidik Viktor Yeimo untuk implementasikan pasal 23 huruf n dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun  2009,” imbuhnya.

Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua ini, terdiri dari LBH Papua, PAHAM Papua, ALDP, PBH Cenderawasih, KPKC Sinode Tanah Papua, SKP Fransiskan Jayapura, Elsham Papua, Walhi Papua, Yadupa Papua dan lain-lain. (bat)

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *