Merauke, Papuaterkini.com – Bruder Johanes Kedang, seorang biarawan Katolik di Merauke mendirikan Bevak pintar di sejumlah daerah di pinggiran Kota Merauke.
Alasan biarawan Gereja Katolik ini membangun Bevak pintar ini karena dirinya merasa prihatin karena hingga saat ini masih banyak anak-anak asli Papua yang tidak dapat berhitung dan membaca dengan baik.
“Itu yang menjadi keprihatinan bagi saya, maka dari itu saya berjumpa dengan ibu Elis Maturbongs, lalu kami mulai merintis bevak pintar di 2019. Awalnya kami membangun di daerah Kuda Mati dengan nama Bevak Pintar Sta Elisabeth. Bevak ini berjalan dengan sederhana, kami memakai terpal lalu kami mengajar anak-anak baca tulis berhitung, lalu berdoa dan menceritakan tentang kitab suci,” kata Bruder John.
Rohaniwan asal Lembata, Nusa Tenggara Timur itu mengungkapkan bahwa perjalanan awal Bevak Pintar Sta Elisabeth cukup sulit, karena banyaknya anak. Bermodalkan terpal, mereka pun mendirikan pondok sederhana sehingga anak-anak dapat mengenyam pendidikan nonformal dengan sedikit nyaman.
“Setelah itu kami meminta bantuan buku tulis, pensil, balpoin, meja belajar, alat-alat peraga. Setelah itu saya posting lewat media sosial, mulai banyak yang berminat. Akhirnya permintaan untuk mendirikan bevak pintar itu cukup banyak,” tuturnya.
Seiring berjalannya waktu hingga awal 2023, Bruder Johny bersama tim kecilnya telah mendirikan delapan bevak pintar. Keberadaan bevak-bevak tersebut tidak hanya di Kota Merauke, tetapi juga ada di daerah pinggiran kota dan beberapa distrik yang berjarak puluhan kilometer dari pusat kota, seperti Tanah Miring dan Sota.
“Sekarang ini sudah 8 bevak pintar, yakni Bevak Pintar Santa Elisabeth, Santa Theresia Buti, Bunda Hati Kudus Jati-Jati, Santo Yohanes Pembaptis Bokem, Santo Arnoldus Yansen Sota, Santo Fransiskus Tambat, Santa Clara Ugu, dan Santo Dominikus Sermayam 1,” sebut dia.
Bruder Johny mengatakan seribuan anak di bevak pintar dididik oleh 30 an relawan. Di tiap bevak, ada satu relawan yang bertugas sebagai penanggung jawab. Mereka (relawan) merupakan pekerja sosial dan tidak digaji. Mereka mengutamakan kemanusiaan sehingga anak-anak kelak bisa membaca, menulis dan berhitung dengan baik dan benar.
“Puji Tuhan bahwa dari 2019 hingga awal 2023 ini, ada perkembangan pesat bagi anak-anak. Mayoritas di bevak pintar adalah anak-anak asli Papua, itu sekitar 99 persen. Sekolah-sekolah cukup terbantu dengan adanya bevak ini. Memang permintaan untuk mendirikan bevak ini cukup banyak, tapi kesulitan pada tenaga relawan dan sarana prasarana,” ungkapnya.
Bruder Johny menambahkan bahwa kendati bevak-bevak pintar memiliki banyak kekurangan, namun tetap saja selalu ada “orang-orang baik” yang bersumbangsih kepada mereka. Atas dukungan tersebut, pihaknya dapat membeli makan minum untuk memotivasi anak-anak belajar.
“Hingga hari ini ada orang-orang baik yang selalu mengirim gizi anak-anak jadi setiap kali belajar. Habis belajar anak-anak makan bubur kacang ijo, nasi, sesuai dengan yang disiapkan. Selama ini saya hanya mencari anak-anak punya gizi,” ujarnya.
“Tujuan kami agar bisa memberantas buta aksara, ini yang paling penting. Tujuan utamanya kemanusiaan, karena kita tidak tega melihat sesama yang mengalami kemunduran di bidang SDM, kami tidak punya tujuan lain, tapi tujuan itu untuk memanusiakan manusia untuk lebih punya martabat, harga diri dengan cara satu-satunya adlaah pendidikan itu,” imbuh dia. (Arie)